Tanya:
Aku tinggal di rumah ayahku dalam keadaan aku telah menikah. Dan aku
memiliki saudara-saudara yang telah berkeluarga pula. Dan terkadang
terjadi ikhtilat dalam keadaan aku membencinya. Aku ingin keluar dari
rumah untuk menghindari ikhtilath dan mendidik anak-anakku dengan
pendidikan yang baik, akan tetapi ayahku menolak keinginanku keluar
rumah. Maka apa yang sebaiknya aku lakukan? Apakah ketika aku keluar
dari rumah dianggap perbuatan maksiat, dan mungkin aku akan mendapat
gangguan dari ayahku?
Jawab:
Oleh Asy Syaikh Abdulaziz bin Yahya Al Bura'i hafidzahullahu ta'ala
Ya akhi, barakallahu fik. Wajib untuk memasang hijab di rumah. Dan melarang laki-laki dan para wanita dari ikhtilath. Adapun perjumpaan yang tiba-tiba, maka Allah tidak membebani jiwa kecuali yang sesuai kemampuannya. Akan tetapi, apabila dalam satu majlis, bermudah-mudahan keluar masuk dengan santainya dan semisalnya dari hal-hal yang memancing kepada ikhtilat dan orang-orang yang senang berikhtilat, maka hal ini dilarang, tidak diperbolehkan.
Apabila ayahmu terus menerus menahanmu di rumahnya, maka engkau berilah
syarat untuk memasang hijab. Apabila mereka menerima, engkau bisa tetap
di rumah. Namun apabila mereka terus menerus tidak memasang hijab di
rumah, dan tetap melakukan ikhtilat, maka keluarlah engkau dari rumah.
Keridhaan Allah lebih didahulukan di atas keridhaan ayahmu. Tidak
seorangpun mengatakan, "rumahnya sempit". Tidak, demi Allah. Rumahnya
tidaklah sempit. Meskipun aku belum pernah memasukinya, tapi aku tahu
bahwa rumahnya tidaklah sempit. Dan dalil atas hal ini, bahwasanya
mereka tidur di kamar tersendiri, seseorang tidur bersama istrinya dalam
kamar tersendiri, dan yang lain tidur bersama istrinya di kamar
tersendiri. Kesimpulannya, masing-masing memiliki kamar tersendiri. Para
laki-laki di ruangan, dan para wanita di ruangan tersendiri.
Apabila ada yang mengetuk pintu, maka istrinyalah yang membukakan
untuknya, atau pun anak-anak. Dan apabila yang membuka pintu istri
saudaranya, maka ia mengatakan kepada laki-laki tadi, "tunggulah",
kemudian ia menjauh. Tunggulah sebentar, dan jangan membuka pintu sampai
istri saudaranya menjauh darinya, baru ia masuk.
Permasalahan ini amatlah mudah. Mereka membagi makanan menjadi dua
bagian, para laki-laki makan bersama-sama, dan para wanita makan
bersama-sama. Apabila hati merasa lapang, rumah juga akan terasa lapang.
Adapun apabila hati merasa sempit, walaupun rumahnya luas, bagaimanapun
juga mereka tidak akan mampu. Mereka akan mengatakan, "kami tidak
mampu". Karena hati cenderung untuk meninggalkan perbuatan ikhtilat.
Dan mereka dengan ini Allah akan memberikan barakah kepada mereka. Para
laki-laki tersendiri, dan para wanita tersendiri. Apabila datang waktu
tidur, para wanita pergi ke kamarnya, dan para lelaki pergi ke kamarnya.
Sehingga urusan mereka bisa ditegakkan. Walhamdulillah.
Barangsiapa yang ayahnya terus menerus melakukan ikhtilat, tidak ada
pencegah bagi pemuda yang telah menikah untuk tinggal sendiri, walaupun
ia tidak mentaati ayahnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Hanya saja ketaatan itu pada perkara kebaikan". Dan juga
bersabda, "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada
Al-Khaliq".
Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan
Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan
Sumber : http://www.thalabilmusyari.web.id
0 komentar:
Posting Komentar