Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin
Berdusta (taqiyah)
merupakan keyakinan yang dibenarkan dalam agama Syiah. Keyakinan ini
ditanamkan sedemikian rupa kepada para penganut Syiah hingga mereka
mengamalkan akidah taqiyah ini. Bagi mereka, taqiyah bukan sebuah dosa. Ia justru dinilai sebagai ibadah. Terlebih dalam situasi yang tepat untuk bertaqiyah.
Sebagai penyeru agama syiah, Jalaluddin Rakhmat, dalam “Ideologi Syi’ah Melacak Latar Belakang Revolusi Islam Di Iran” membenarkan akidah taqiyah
ini. Katanya, “Keyakinan ini menyebabkan sepanjang sejarah, kaum Syi’ah
menentang setiap kekuatan politik yang tidak sepenuhnya melaksanakan
syariat Islam. Sesuai dengan kondisi, penentangan ini boleh bersifat
pasif (taqiyah) atau aktif (dengan revolusi seperti yang telah
terjadi).”
Pernyataan
Jalaluddin Rakhmat ini terkait sikapnya memperjuangkan kekuasaan yang
sesuai garis imamah kaum Syiah. Jalaluddin Rakhmat termasuk pengagum
revolusi kaum Syiah di Iran yang berhasil menggulingkan kekuasaan Syah
Iran, Reza Pahlevi. (Islam Alternatif Ceramah-Ceramah Di Kampus, hlm.
245)
Sejak
revolusi kaum Syiah berlangsung di negeri Iran, penyebaran paham agama
Syiah mendapat suntikan kekuatan. Poster-poster Khomeini dengan berbagai
ukuran merebak di kalangan aktivis pergerakan, tak terkecuali di
Indonesia. Demam revolusi mewabah para aktivis pergerakan. Revolusi kaum
Syiah di Iran seakan-akan menginspirasi semangat para pemuda Islam di
Indonesia untuk menggulingkan kekuasaan yang kala itu masih di tampuk
pemerintahan Orde Baru. Kantor Kedutaan Besar Iran di Indonesia menjadi
markas penyebaran paham Syiah kala itu. Banyak umat Islam yang berdecak
kagum terhadap revolusi ala kaum Syiah Iran tersebut.
Namun,
seiring perjalanan waktu, sebagian kaum muslimin di Indonesia mulai
tersadar. Revolusi yang mengusung nama Islam yang digembar-gemborkan
kaum Syiah ternyata dusta. Bukan Islam yang mereka usung, melainkan
akidah Syiah dengan segala kesesatannya yang mereka taburkan ke dalam
benak para aktivis pergerakan Islam.
Upaya Menyusupkan Paham
Hangatnya
revolusi kaum Syiah di Iran benar-benar dimanfaatkan sebaik mungkin
untuk menularkan virus sesat kaum Syiah. Beberapa pemuda, di antaranya
dari Solo, Pekalongan, dan kota lainnya di Indonesia diberangkatkan ke
Iran. Sejak saat itu, gelombang pengiriman anak muda yang dibius ajaran
sesat Syiah terus berlangsung. Dari merekalah kemudian bercokol satu
demi satu markas penyebaran Syiah di Indonesia. Lampung, Bandung,
Pekalongan, Jepara, Yogyakarta, Bangil, dan beberapa kota lainnya mulai
unjuk taring. Mereka suarakan paham Syiah. Walau di antara mereka, kala
itu, ada yang masih menyembunyikan kesyiahannya alias bertaqiyah. Ada
juga yang lantaran semangat langsung mendendangkan paham Syiah ke
tengah-tengah masyarakat.
Generasi
awal ini terolong militan. Untuk kalangan intelektual, terkhusus di
kampus, sosok Jalaluddin Rakhmat tak bisa diabaikan peranannya. Melalui
sekolah menengah yang dirintisnya, Jalaluddin Rakhmat giat melakukan
kaderisasi kesyiahan. Berbagai beasiswa ditawarkan kepada tunas muda
tersebut untuk melanjutkan studi ke Qum atau perguruan tinggi di kota
lainnya di Iran.
Seiring dengan itu, di barisan media masa, Surat Kabar Republika
pun kerap menjadi corong menyusupkan paham Syiah. Tak jarang, Republika
menuai protes lantaran dimanfaatkan oleh segelintir orang yang
mengemudikan kebijakannya ke arah pemahaman Syiah. Melalui media buku,
surat kabar, dan lainnya kerap diusung tema-tema mendekatkan antara
Sunni-Syiah. Mereka berupaya menghembuskan titik kesamaan antara
Sunni-Syiah. Di antaranya, disebutkan bahwa “baik Sunni maupun Syiah
sama-sama menyembah Allah,” “Allah dan Rasul Syiah sama dengan Sunni,”
dan ungkapan-ungkapan lainnya yang menjadikan umat tertipu.
Syubhat
(kesamaran) inilah yang bisa menggelincirkan akidah seorang muslim
sehingga berubah menjadi seorang Syi’i (penganut agama Syiah). Padahal,
apa yang ada di dalam ajaran Islam sangat jauh berbeda dengan apa yang
ada dalam agama Syiah. Perbedaan tersebut justru terkait masalah yang
bersifat prinsip. Misal, dalam ajaran Islam, seorang muslim diajarkan
untuk tidak mencela seorang pun dari sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,
لاَ
تَسُبُّوا أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِي فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَوْ أَنْفَقَ
مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah
kalian mencela seorang pun dari sahabatku. Sungguh, andai ada seorang
dari kalian yang menginfakkan emas semisal Gunung Uhud, yang demikian
itu belum bisa menyamai sesuatu yang telah mereka infakkan (walau) satu
mud (segenggam) atau seperduanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Bagaimana bisa dikatakan ada titik dekat antara Islam dan Syiah?
- Seorang muslim menghormati sahabat yang mulia, Muawiyah radhiyallahu ‘anhu, sedangkan orang Syiah mencelanya, bahkan mengafirkannya.
-
Bagaimana pula bisa disamakan antara Islam dengan Syiah? Padahal Islam
mengajarkan penghormatan terhadap sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sedangkan Syiah mencercanya dengan segala penghinaan yang mendalam. Bahkan, mereka menyebut beliau munafik dan murtad.
- Islam mengajari umatnya untuk memuliakan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, sedangkan Syiah menuduhnya sebagai pelacur.
- Islam mengajari kita untuk memuliakan Abu Bakr ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuma, sementara Syiah mencaci maki dan mengafirkan keduanya, serta menggelari keduanya dengan gelar buruk, “dua berhala Quraisy”.
Padahal para sahabat yang dicerca oleh orang Syiah adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Lantas, jika mereka bukan orang-orang terpercaya, bagaimana halnya dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh mereka?
Ini
sebuah tipu daya musuh Islam. Sungguh, orang-orang Syiah adalah musuh
Islam dan kaum muslimin. Mereka menebarkan berbagai kerusakan ke dalam
tubuh umat. Berbagai kerusakan itu mereka susupkan melalui beragam cara.
Menyusup ke Kalangan Intelektual dan Masyarakat
Dalam
rangka mendekatkan pemahaman Syiah kepada masyarakat, pemerintah Syiah
Iran melakukan langkah-langkah pendekatan ke berbagai ormas Islam. Salah
satu ormas Islam terbesar di Indonesia berhasil dirangkul. Untuk hal
ini, pemerintah Syiah Iran mengutus pejabat setingkat menteri guna
mengunjungi pimpinan tertinggi ormas Islam. Langkah ini pun diikuti para
pengurus organisasi Syiah di daerah untuk berdialog dengan pimpinan
daerah ormas Islam.
Penyebaran ajaran Syiah makin meruyak ke kalangan intelektual melalui pendirian Iran Corner.
Di beberapa perguruan tinggi berlabel Islam, Iran Corner dijadikan
semacam syiahisasi berbaju pertukaran budaya. Paham Syiah langsung
ditebarkan di jantung kalangan akademisi yang memang rentan disusupi
pemahaman agama warna-warni. Tak kurang dari 12 Iran Corner berhasil didirikan di perguruan-perguruan tinggi berlabel Islam. Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, UIN Ciputat
adalah beberapa perguruan tinggi yang telah berhasil dirangkul oleh
negara Syiah Iran. Program ini akan terus bergulir sebagai manifestasi
dari tekad kaum Syiah untuk menebar pemahaman Syiah Rafidhahnya di
Indonesia.
Sisi
lain, berbagai yayasan dan pondok pesantren Syiah pun tak tinggal diam.
Mereka menggarap kalangan kaum muslimin menengah ke bawah. Melalui
pendekatan kemasyarakatan, mereka mengajak kaum muslimin untuk bersatu.
Awal dakwah mereka mengesampingkan perbedaan paham yang ada. Mereka
mengusung jargon bahwa tuhan mereka sama, nabi mereka sama, kiblatnya
pun sama, serta unsur-unsur yang sama lainnya. Apabila diungkit tentang
nikah mut’ah dan kesesatan lainnya, mereka pun akan bertaqiyah. Dusta dalam hal ini adalah ibadah menurut keyakinan mereka.
Beberapa
waktu lalu sebagian kaum muslimin sempat dihebohkan dengan munculnya
nama Jalaluddin Rakhmat di jajaran caleg salah satu partai politik.
Bahkan, rumor dirinya akan menduduki jabatan menteri agama sempat pula
merebak. Kemunculan Jalaluddin Rakhmat di barisan partai politik tanpa
embel-embel agama ini tentu memiliki target dan tujuan tersendiri.
Seiring maraknya intimidasi terhadap kalangan Syiah di berbagai daerah,
tentu Jalaluddin Rakhmat telah berkalkulasi menetapkan pilihannya pada
salah satu partai politik. Setidaknya, partai politik yang dijadikan
pilihannya memiliki satgas yang tersebar di berbagai daerah. Lebih dari
itu, partai politik ini memiliki massa fanatik yang lumayan solid.
Dengan figur Jalaluddin Rakhmat, kaum Syiah di daerah bisa menyusup dan
berlindung di balik kandang banteng.
Setelah
melebur, ke depan akan teropini, bahwa mengganggu orang Syiah sama
dengan mengganggu kader partai. Itu berarti akan berhadapan dengan
kekuatan satgas dan masa fanatik partai politik satu ini. Implikasi
semacam ini tentu yang diharap. Akhirnya, kaum Syiah yang masih
minoritas di berbagai daerah bisa terlindungi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
{مَثَلُ
الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ
الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ
الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (41)} [العنكبوت: 41]
“Perumpamaan
orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah
seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling
lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (al-‘Ankabut: 41)
Lebih
dari itu, hal ini diharap bisa memengaruhi para pengikut partai politik
satu ini untuk menjadi penganut Syiah atau bersimpati pada kaum Syiah.
Nas’alullaha as-salamah.
Menilik
perjalanan sejarah, sungguh tidak mengherankan apabila kaum Syiah
melakukan gerakan penyusupan. Infiltrasi model Syiah telah ada
pendahulunya. Runtuhnya Daulah Abbasiyah, ratusan ribu kaum muslimin
tertumpah darah hingga memerahkan air sungai Dajlah di Baghdad, Irak,
serta berikutnya air sungai itu berganti warna biru lantaran kitab-kitab
karya ulama dibuang ke sana, merupakan akibat ulah penyusup Syiah.
Muhammad bin al-Alqami dan Nashiruddin ath-Thusi, keduanya penganut
Syiah Rafidhah yang mendendam kepada Ahlus Sunnah, berhasil menyusup ke
pemerintahan Bani Abbasiyah dan menjadi menteri kepercayaan. Dari
sanalah keduanya menyusun makar hingga pasukan Tartar pimpinan Hulagu
Khan berhasil masuk Baghdad dan melakukan perbuatan keji. (Lihat Asy-Syariah, edisi 101)
Gerakan
penetrasi ke berbagai perguruan tinggi, pemerintahan, ormas-ormas Islam
merupakan salah satu strategi dakwah kaum Syiah di Indonesia. Melalui
strategi dakwah semacam itu, kaum Syiah berupaya mendekatkan ajarannya
kepada umat. Dengan demikian, umat tidak merasa asing dengan paham
Syiah, dan akan menganggap bahwa Syiah adalah salah satu mazhab
sebagaimana mazhab lainnya yang diakui oleh Ahlus Sunnah. Akhirnya,
paham Syiah tidak lagi dianggap sebagai paham sempalan yang sesat dan
menyesatkan.
Syiah Itu Radikal
Radikalisme
melekat kuat dalam ajaran Syiah. Para ulama mereka mengajarkan kepada
penganutnya bahwa seluruh sahabat telah murtad kecuali tiga orang saja,
yaitu Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman
al-Farisi.(al-Kulaini dalam al-Kafi 8/245, lihat Taudhihu an-Naba’ ‘an
Mu’assisi asy-Syi’ah Abdullah bin Saba’, hlm. 121)
Sikap
radikal ini ditanamkan sedemikian rupa sehingga bagi penganut syiah
hanya ada ahlu bait dan sahabat yang disebutkan saja yang patut mereka
cintai. Selain yang disebutkan di atas, para sahabat lainnya dianggap
manusia tercela.
Radikalisme
dalam ajaran Syiah tergambar dari ungkapan yang ditulis Jalaluddin
Rakhmat saat mengungkap makna syahadah. Kata Jalaluddin Rakhmat,
“Syahadah, atau mencari kematian di dalam jihad fi sabilillah,
sebenarnya merupakan salah satu nilai penting dalam perjuangan hidup
seorang muslim. Akan tetapi, nilai syahadah di kalangan kaum Syiah
merupakan nilai yang relatif lebih meresap daripada yang diresapi oleh
kaum Sunni. Ini tercermin dalam slogan-slogan saat terjadinya revolusi
Iran, ‘Mihrab Syi’ah adalah mihrab darah,’ ‘Dalam hidup Syiah, tiap hari
merupakan Asyura; setiap tempat adalah Karbala,’ atau seperti diucapkan
Husein, Imam Syiah yang ketiga, ‘Kematian bagiku hanyalah kebahagiaan
(Inni laa aral mauta illas sa’adah)’.” (Islam Alternatif, hlm. 245—246)
Bau
amis darah menyengat kuat dalam paham Syiah. Sejarah telah membuktikan
betapa kaum Syiah telah menulis perjalanan sejarah umat ini dengan
darah. Sebuah radikalisme telah dipertontonkan secara vulgar di hadapan
umat. Karena itu, kewaspadaan terhadap bahaya laten kaum Syiah juga
perlu ditingkatkan. Sejarah berdarah yang telah ditoreh oleh Syiah
jangan sekali-kali dilupakan. Sedikit saja kaum Syiah memiliki kekuatan,
niscaya kaum muslimin bisa mendapat perlakuan tidak patut. Dalam
keadaan lemah saja kaum Syiah berani mencerca para sahabat yang
dimuliakan oleh kaum muslimin. Apalagi ketika kekuatan itu ada pada
mereka. Entah, apa yang akan diperbuat mereka terhadap kaum muslimin.
Nas’alullaha as-salamah.
Kaum
Syiah merasa lebih agung dan tinggi kedudukannya dibanding dengan umat
lainnya. Bahkan, para imam Syiah memiliki derajat dan kedudukan yang
lebih tinggi dibanding dengan para nabi dan rasul sekalipun. Dalam kitab
al-Hukumah al-Islamiyyah (hlm. 47-48), Khomeini mengungkapkan,
“Kedudukan para imam kami lebih tinggi daripada kedudukan para nabi dan
rasul.” (Rafidhatu al-Yaman ‘ala Marri az-Zaman, asy-Syaikh Muhammad bin
Abdillah al-Imam, hlm. 484)
Maka
dari itu, dengan segala paham sesat dan menyesatkan, akankah paham
Syiah dibiarkan? Kaum Syiah di Indonesia benar-benar memanfaatkan celah
kebebasan beragama dan berkeyakinan yang ada di Indonesia, walau harus
mencela para sahabat Nabi n, walau dengan cara merendahkan martabat para
nabi dan rasul, sebagaimana diungkapkan oleh Khomeini. Masihkah mereka
layak mendapat tempat di negeri ini?
Siapa
pun kita, selama mencintai Islam sebagai agamanya, hendaknya mewaspadai
gerakan kaum Syiah ini. Jangan sampai terulang lagi sejarah yang
bersimbah darah. Wallahu a’lam.
Teror Ala Syiah
Pemerintah
Malaysia menyikapi secara tegas pemahaman dan penganut syiah. Pihak
pemerintah memberi label kepada komunitas Syiah di Malaysia sebagai
gerakan yang mempunyai elemen militan. Bahkan, pernah beberapa orang
ditahan unit anti terorisme, dan mereka mengaku sebagai pengikut Syiah.
Sebagai
sebuah paham, Syiah memiliki doktrin yang menjadikan pengikutnya
bersikap militan dan radikal. Revolusi di Iran yang dilakukan kaum Syiah
memberi gambaran betapa radikalisme kaum Syiah sedemikian kuat.
Penyanderaan
terhadap staf kedutaan Amerika Serikat di Teheran juga memberi sinyal
kuat unsur radikalisme dalam komunitas Syiah. Drama penyanderaan yang
berawal 4 Nopember 1979 tersebut berlangsung selama 444 hari.
Penyanderaan ini didukung pihak pemerintah Iran, bahkan di bawah kendali
langsung Khomeini.
Aksi-aksi
teror biasanya didukung oleh pemahaman radikal yang membabi buta. Saat
musim haji pun, sekelompok pengikut Syiah memanfaatkannya untuk
melakukan demo. Khomeini pernah memerintah jamaah haji Iran untuk
melakukan demo terhadap pemerintah Saudi. Tragedi 31 Juli 1987
menewaskan ratusan orang. Sebuah tindakan tak patut dilakukan oleh kaum
Syiah di Tanah Haram. Kekhusyukan beribadah sirna akibat radikalisme
membabi buta yang dilakukan para pengikut syiah. Sejarah tentu mencatat
tragedi menyedihkan ini.
Dalam
perjalanan sejarah, aksi kaum Syiah diwarnai merah darah. Tengoklah apa
yang terjadi di Suriah. Pemerintahan Syiah membantai sekian banyak
manusia. Darah tertumpah di bumi Syam. Sebuah tragedi yang memilukan.
Mewaspadai gerakan kaum Syiah tentu bukan sesuatu yang berlebihan.
Sebab, fakta sejarah telah mengungkapkan tentang perbuatan licik kaum
Syiah yang berakhir dengan aksi teror dan banjir darah. Katanya, mereka
mencintai Husain, cucu Rasulullah n. Nyatanya, sejarah mengungkap bahwa
kaum Syiahlah yang membunuh Husain di Karbala. Mereka licik. Sejarah pun
diputarbalikkan. (Lihat Asy Syariah edisi 101)
Lebih
dari itu, mewaspadai gerakan kaum Syiah merupakan upaya membentengi
umat dari pemahaman sesat yang dijejalkan ke tengah-tengah umat. Apabila
dusta menjadi inti ajarannya, lantas kebaikan apa yang bisa diperoleh
darinya? Apabila mut’ah dilegalkan, lantas kehidupan bermasyarakat yang
bagaimana yang hendak dibentuk? Apabila para imam mereka lebih tinggi
kedudukannya dibandingkan dengan para nabi dan rasul, lantas agama model
apakah yang akan ditanamkan pada umat?
Kerusakan
demi kerusakanlah yang akan dituai manakala ajaran Syiah ini menjalar
di tubuh umat. Islam justru berlepas diri dari model pemahaman yang
diyakini oleh kaum Syiah. Ingatlah, tangan Abdullah bin Saba yang
keturunan Yahudi, saat melahirkan agama Syiah ini dilumuri darah. Maka
dari itu, tidak berlebihan apabila umat Islam tetap harus mewaspadai
ajaran sesat satu ini. Nas’alullaha as-salamah.
Wallahu a’lam.
(Majalah Asy-Syariah edisi 102, hlm. 5—10)
0 komentar:
Posting Komentar