PENGANTAR ASY-SYAIKH ‘ABDULLAH AL-BUKHARI
terhadap
BANTAHAN ASY-SYAIKH ARAFAT TERHADAP ASY-SYAIKH MUHAMMAD AL-IMAM
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين أما بعد
Saya telah membaca
apa yang ditulis oleh saudara kami dan murid kami Asy-Syaikh Arafat bin
Hasan bin Ja’far Al-Muhammady –semoga Allah memberinya taufik– berupa
bantahan terhadap khutbah Idul Fitri tahun 1435 H yang disampaikan oleh
saudara kami Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam –semoga Allah memberi taufik
beliau kepada hidayah-Nya– yang di dalamnya beliau menetapkan perjanjian
untuk hidup berdampingan dan bersaudara dengan Rafidhah Hutsiyun yang
telah beliau tandatangani pada waktu yang lalu di bulan Ramadhan tahun
ini 1435 H.
Maka saya mendapati
bantahan tersebut tepat sesuai porsinya dan penulisnya telah benar,
semoga Allah selalu memberinya taufik kepada yang benar.
Orang yang memperhatikan perjanjian yang penuh dosa itu benar-benar akan mengetahui bahwa hal itu hakekatnya merupakan bencana besar yang menimpa Ahlus Sunnah
dengan sebenar-benarnya. Dan yang wajib atas Asy-Syaikh Muhammad
Al-Imam untuk meminta pertimbangan kepada para ulama dan bermusyawarah
dengan mereka sebelum melakukan perkara semacam ini. Beliau sangat
mengetahui dengan benar hakekat Hutsiyun –semoga Allah memperburuk
mereka– dan juga keyakinan-keyakinan mereka yang sesat serta kelakuan
mereka yang buruk. Hal itu dalam rangka menjalankan perintah Allah
Tabaaraka wa Ta’aala:
وَإِذَا
جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ
رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ
الَّذِيْنَ يَسْتَنبِطُوْنَهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلُ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً
“Dan jika
datang kepada mereka sebuah perkara berupa ketakutan atau keamanan,
mereka terburu-buru menyiarkannya. Seandainya mereka mau mengembalikan
urusannya kepada Rasul dan ulil amri mereka, tentu orang-orang yang
ingin mengambil keputusan yang tepat bisa mengetahuinya dari mereka.
Seandainya bukan karena keutamaan Allah dan rahmat-Nya atas kalian,
niscaya kalian akan mengikuti syaithan kecuali sedikit saja diantara
kalian.” (QS. An-Nisaa’: 83)
Guru dari para guru
kita yaitu Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata dalam
tafsirnya pada halaman 179: “Ini teguran dari Allah kepada
hamba-hamba-Nya tentang perbuatan mereka yang tidak pantas ini, dan
bahwasanya sepantasnya bagi mereka jika datang kepada mereka sebuah
perkara penting dan kepentingan umum yang berkaitan dengan keamanan dan
kegembiraan orang-orang yang beriman, atau yang berkaitan dengan
ketakutan yang padanya terdapat musibah yang menimpa mereka, hendaknya
mereka meneliti dan memastikan duduk perkaranya serta tidak terburu-buru
untuk menyebarkan berita tersebut. Tetapi hendaknya mereka
mengembalikannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, yaitu
orang-orang yang memiliki pandangan yang tajam, ilmu, nasehat, akal, dan
kematangan. Yaitu orang-orang yang bisa mengetahui perkara dan bisa
menimbang mana yang merupakan maslahat dan mana yang kebalikannya. Jika
mereka memandang dengan menyiarkannya ada maslahatnya, membangkitkan
semangat bagi kaum Mu’minin, memberikan kegembiraan bagi mereka, dan
melindungi dari kejahatan musuh-musuh mereka, maka mereka pun
melakukannya. Dan jika mereka memandang bahwa padanya tidak terdapat
maslahat, atau padanya terdapat maslahat hanya saja madharatnya
mengalahkan maslahatnya, maka mereka pun tidak menyiarkannya. Oleh
karena inilah Dia berfirman:
لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنبِطُوْنَهُ مِنْهُمْ.
“Tentu orang-orang yang ingin mengambil keputusan yang tepat bisa mengetahuinya dengan bertanya kepada mereka.”
Maksudnya menggali dengan pemikiran dan pendapat mereka yang lurus dan ilmu mereka yang terbimbing.
Dan pada ayat ini
terdapat dalil bagi kaedah yang sifatnya adab, yaitu jika terjadi sebuah
pembahasan pada sebuah perkara maka sepantasnya untuk diserahkan kepada
ahlinya, diberikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka. Karena
sesungguhnya hal itu lebih dekat kepada yang benar dan lebih pantas
untuk selamat dari kesalahan.
Padanya juga
terdapat larangan dari sikap tergesa-gesa dan terburu-buru menyiarkan
perkara sejak mendengarnya, dan perintah untuk memperhatikan dan
memikirkan secara mendalam sebelum berbicara; apakah itu merupakan
maslahat sehingga seseorang melakukannya, ataukah sebaliknya sehingga
dia menahan diri darinya?
Kemudian Allah berfirman:
وَلَوْ لاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ.
“Seandainya bukan karena keutamaan Allah dan rahmat-Nya atas kalian.”
Maksudnya dengan
memberi taufik kepada kalian, mendidik kalian, dan mengajari kalian
hal-hal yang sebelumnya tidak kalian ketahui.
Firman-Nya:
لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً.
“Niscaya kalian akan mengikuti syaithan kecuali sedikit saja diantara kalian.”
Hal itu karena
manusia tabiat dasarnya zhalim dan jahil, sehingga jiwanya tidak
menyuruh kecuali kecuali keburukan. Maka jika dia berlindung kepada
Rabb-nya, berpegang teguh dengan urusan-Nya serta bersungguh-sungguh
melakukannya, maka Rabb-nya akan menurunkan kelembutan-Nya dan
memberinya taufik kepada semua kebaikan, dan menjaganya dari syaithan
yang terkutuk.” –selesai perkataan As-Sa’dy rahimahullah–
Oleh
karena inilah maka saya memandang wajib atas saudara kami Asy-Syaikh
Muhammad Al-Imam untuk berlepas diri dari perjanjian tersebut, karena
–sebagaimana yang telah saya katakan– perjanjian tersebut mengandung
bencana besar yang menimpa orang-orang yang berpegang teguh dengan
kebenaran serta merupakan bentuk pembelaan terhadap para pendengki dan
orang-orang zindiq.
Semoga Allah
mensyukuri saudara kami yang mengkritik atas usaha nasehatnya kepada
Asy-Syaikh Al-Imam, dan bagi kaum Muslimin secara umum serta bagi agama
Allah.
Saya memohon kepada
Allah Rabb pemilik Arsy yang mulia agar memberi taufik kita kepada
hal-hal yang Dia ridhai, serta mengokohkan kita di atas Islam dan
As-Sunnah hingga kita berjumpa dengan-Nya.
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
Ditulis oleh:
‘Abdullah bin’ Abdurrahim Al-Bukhari
Di Al-Madinah An-Nabawiyyah
Selasa, 9 Syawwal 1435 H
0 komentar:
Posting Komentar