Definition List

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 31 Agustus 2014

Makna "Allahumma Shalli 'ala Muhammad"



فائدة
في  معنى: اللهم صل على محمد
〰〰〰〰〰〰
قال الشيخ ابن عثيمين - رحمه الله تعالى
معنى قول القائل
(اللّهم صل على محمد)

أكثر الناس يقرأ هذا، أو يدعو بهذا الدعاء وهو لايدري معناه ، وهذا غلط، كل شيء تقوله تعرف معناه ، كل شيء تدعو به تعرف معناه حتى لاتدعو بإثم

فقولك: (اللهم صل على محمد): يعني: اللهم اثن عليه في الملأ الأعلى
ومعنى اثن عليه يعني : اذكره بالصفات الحميدة
والملأ الأعلى : هم الملائكة
فكأنك إذا قُلت: اللهم صل على محمد ، كأنك تقول : يارب صِفه بالصفات الحميدة واذكره عند الملائكة حتى تزداد محبتهم له ويزداد ثوابهم بذلك ... هذا معنى اللهم صل على محمد

شرح رياض الصالحين - 466/5

Faedah:
Kandungan makna "Allahumma Shalli 'ala Muhammad (Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Muhammad)".
〰〰〰〰〰〰
Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah berkata:
Kandungan makna ucapan orang yang mengatakan: (Allahumma shalli 'ala Muhammad)

Betapa banyak manusia yang membaca (shalawat) ini, atau berdo'a dengan do'a ini sementara dia tidak mengetahui maknanya. Maka ini kekeliruan. Hendaklah setiap sesuatu yang engkau ucapkan dalam keadaan engkau mengetahui maknanya. Demikian pula hendaklah setiap sesuatu yang engkau berdo'a dengannya dalam keadaan engkau mengetahui maknanya. Hingga jangan sampai engkau berdo'a dengan (do'a yang mengandung unsur dosa/kesalahan).

Maka ucapanmu: Allahumma shalli 'ala Muhammad, maksudnya; Allahumma isni 'alaihi fii mala'il a'la (Ya Allah sanjunglah beliau di kalangan para penduduk langit).
Dan makna "sanjunglah beliau", maksudnya; sebutlah beliau dengan (penyebutan) sifat-sifat terpuji.
Sedangkan (makna) "para penduduk langit", (maksudnya); para malaikat.
Maka ketika engkau berkata: Allahumma shalli 'ala Muhammad, seakan-akan engkau mengucapkan: Wahai Rabb ku sifatilah beliau dengan sifat-sifat terpuji dan sebutlah beliau di sisi para malaikat hingga bertambah kecintaan mereka kepada beliau dan bertambah pahala mereka dengan hal tersebut....ini adalah makna "Allahumma shalli 'ala Muhammad".

Syarah Riyadhus Shalihin 5/466

Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy hafizhahullah

Tanya jawab aqidah (11 & 12) - Apakah mu'jizat rasulullah dan apa dalilnya bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH

Pertanyaan ke-11:
Apakah mu'juzat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?

Jawab:
Mu'jizat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Al Qur'an ini, yang mana seluruh manusia tidak mampu untuk mendatangkan sebuah surat yang menyerupai surat dalam Al Qur'an. Mereka tidak mampu untuk melakukannya padahal mereka adalah orang-orang yang paling fasih bahasanya dan sangat keras pertentangan dan permusuhannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikutinya.

Dan dalilnya adalah firman Allah Ta'ala: 

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS: Al-Baqarah Ayat: 23)

Dan dalam ayat yang lain, Allah Ta'ala berfirman: 

قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS: Al-Israa' Ayat: 88)

Pertanyaan ke-12:
Apa dalilnya bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah?

Jawab:
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: 

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. (QS: Ali Imran Ayat: 144)

Dalil yang lainnya firman Allah Ta'ala: 

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS: Al-Fat-h Ayat: 29)

Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah

Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan

Hukum Makan Menggunakan Garpu dan Sendok

Tanya:
Apa hukum makan dengan menggunakan garpu dan sendok, barakallahu fikum?

Jawab:
Oleh Asy Syaikh Utsman bin Abdullah As Salimi hafidzahullahu ta'ala

Ini adalah perkara mubah dan diperbolehkan. Adapun pengakuan dari sebagian orang-orang Ikhwanul Muslimin bahwa Asy Syaikh Muqbil rahimahullah mengarang kitab As Sawa'iq Al Muharriqah 'ala Man Akala bisy Syaukati wal Mil'aqah (Petir yang Membakar Terhadap Orang-Orang yang Makan Menggunakan Garpu dan Sendok), ini adalah pengakuan yang batil, karena Asy Syaikh Muqbil tidak berpendapat dengan keharamannya, dan tidak pula memakruhkannya. Bahkan beliau mengatakan, "Suatu kali mereka membawakan kepadaku garpu dan sendok".
Seseorang makan dengan tangan kanannya menggunakan garpu, atau menggunakan sendok. Adapun yang kiri, ia makan dengan sendok ataupun dengan tangan (tanpa sendok) hal ini dilarang, baik hukumnya makruh ataupum haram. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang makan dengan tangan kirinya, dan minum dengan tangan kirinya, karena syaithan makan dan minum dengan tangan kirinya.

Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan
 

Apakah Menyimpan Uang Dalam Bentuk Emas/Mata Uang Asing Dan Menjualnya Saat Nilainya Bertambah Naik Termasuk Riba

Tanya:
Apakah termasuk bagian daripada riba, kalau seseorang yang memiliki harta di satu sisi dia tidak mau menyimpan hartanya, menabungkannya di bank, namun dia jadikan dalam bentuk perhiasan emas yang dia simpan di rumahnya. Dengan harapan jika nanti harga emas sudah mulai membaik (bertambah naik) disitu dia akan menjualnya?

Jawab:
Al Ustadz Luqman Ba'abduh hafizhahullah

Boleh dan tidak termasuk riba. Walaupun dia statusnya bukan sebagai pedagang, boleh. Boleh membeli mata uang asing, untuk kemudian dia simpan. Suatu saat ketika harganya baik kemudian dia jual, jawabannya boleh. Dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Itu dipelajari di kitab Al Buyu'. Diantara persyaratannya adalah harus yadan bi yadin. Apa makna yadan bi yadin? Yakni yang ditukar maupun nilai yang dibayarkan harus dibayar di majlis tempat dia melakukan transaksi tukar-menukar itu, tidak boleh terpisah walaupun hanya dua menit atau tiga menit perbedaan waktunya. Jadi harus yadan bi yadin, kontan. Harus kontan! Misalkan saya punya uang rupiah, kemudian antum punya uang riyal Saudi. Antum mau tukar.

"Ini ustadz, saya mau tukar"
"Berapa?"
"Seribu riyal"
Seribu riyal itu uang Indonesia kurang lebih dua juta setengah, mungkin.

"Oh iya baik, mana uangnya?"
"Ini seribu, nanti ya, yang satu juta antum ke rumah"
Kebetulan transaksinya di depan masjid atau di depan maksos itu.
Uang sudah saya terima, ini tidak boleh. Apalagi rumahnya jauh di luar kota.

"Atau nanti saya transfer ya"
Tidak boleh, harus saya memberikan uang sebesar dua juta setengah langsung, terima seribu kasihkan dua juta setengah.

Atau
"Ya sudah ini sekarang saya ada uang dua juta, nanti lima ratusnya nanti sore ya?"
Tidak boleh, kenapa?

Karena jenis ini terkait dengan apa yang diistilahkan oleh para ulama dengan asnaf ribawiyah. Jenis-jenis barang atau benda yang digolongkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam enam jenis benda yang berlaku di sana hukum riba. Diantaranya adalah emas, dan mata uang itu sebenarnya adalah permisalan atau perwakilan nilai emas yang ada di sebuah negara. Barakallahufiik.

Download Audio disini

Sumber : http://www.thalabilmusyari.web.id

Tanya jawab aqidah (9 & 10) - Siapakah nabimu dan dengan apa nabi muhammad diangkat sebagai nabi dan dengan apa nabi muhammad diangkat sebagai rasul

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-9
Siapakah nabimu?
Jawab:
Nabiku adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdulmuthalib bin Hasyim, dan Hasyim adalah keturunan Quraisy, dan Quraisy adalah keturunan Kinanah, dan Kinanah adalah keturunan bangsa Arab, dan bangsa Arab adalah keturunan Nabi Isma'il 'alaihis salam, Nabi Isma'il 'alaihis salam adalah keturunan Nabi Ibrahim 'alaihis salam, dan Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah keturunan Nabi Nuh 'alaihis salam.
Pertanyaan ke-10:
Dengan apa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diangkat menjadi nabi, dan dengan apa diangkat menjadi rasul.
Jawab:
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam diangkat menjadi nabi dengan diturunkannya awal surat Al-'Alaq. Dan diangkat menjadi rasul dengan diturunkannya awal surat Al-Muddatstsir.
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan
 

Hukum ikhtilath di dalam rumah

Tanya:
Aku tinggal di rumah ayahku dalam keadaan aku telah menikah. Dan aku memiliki saudara-saudara yang telah berkeluarga pula. Dan terkadang terjadi ikhtilat dalam keadaan aku membencinya. Aku ingin keluar dari rumah untuk menghindari ikhtilath dan mendidik anak-anakku dengan pendidikan yang baik, akan tetapi ayahku menolak keinginanku keluar rumah. Maka apa yang sebaiknya aku lakukan? Apakah ketika aku keluar dari rumah dianggap perbuatan maksiat, dan mungkin aku akan mendapat gangguan dari ayahku?
Jawab:
Oleh Asy Syaikh Abdulaziz bin Yahya Al Bura'i hafidzahullahu ta'ala

Ya akhi, barakallahu fik. Wajib untuk memasang hijab di rumah. Dan melarang laki-laki dan para wanita dari ikhtilath. Adapun perjumpaan yang tiba-tiba, maka Allah tidak membebani jiwa kecuali yang sesuai kemampuannya. Akan tetapi, apabila dalam satu majlis, bermudah-mudahan keluar masuk dengan santainya dan semisalnya dari hal-hal yang memancing kepada ikhtilat dan orang-orang yang senang berikhtilat, maka hal ini dilarang, tidak diperbolehkan.
Apabila ayahmu terus menerus menahanmu di rumahnya, maka engkau berilah syarat untuk memasang hijab. Apabila mereka menerima, engkau bisa tetap di rumah. Namun apabila mereka terus menerus tidak memasang hijab di rumah, dan tetap melakukan ikhtilat, maka keluarlah engkau dari rumah. Keridhaan Allah lebih didahulukan di atas keridhaan ayahmu. Tidak seorangpun mengatakan, "rumahnya sempit". Tidak, demi Allah. Rumahnya tidaklah sempit. Meskipun aku belum pernah memasukinya, tapi aku tahu bahwa rumahnya tidaklah sempit. Dan dalil atas hal ini, bahwasanya mereka tidur di kamar tersendiri, seseorang tidur bersama istrinya dalam kamar tersendiri, dan yang lain tidur bersama istrinya di kamar tersendiri. Kesimpulannya, masing-masing memiliki kamar tersendiri. Para laki-laki di ruangan, dan para wanita di ruangan tersendiri.
Apabila ada yang mengetuk pintu, maka istrinyalah yang membukakan untuknya, atau pun anak-anak. Dan apabila yang membuka pintu istri saudaranya, maka ia mengatakan kepada laki-laki tadi, "tunggulah", kemudian ia menjauh. Tunggulah sebentar, dan jangan membuka pintu sampai istri saudaranya menjauh darinya, baru ia masuk.
Permasalahan ini amatlah mudah. Mereka membagi makanan menjadi dua bagian, para laki-laki makan bersama-sama, dan para wanita makan bersama-sama. Apabila hati merasa lapang, rumah juga akan terasa lapang. Adapun apabila hati merasa sempit, walaupun rumahnya luas, bagaimanapun juga mereka tidak akan mampu. Mereka akan mengatakan, "kami tidak mampu". Karena hati cenderung untuk meninggalkan perbuatan ikhtilat.
Dan mereka dengan ini Allah akan memberikan barakah kepada mereka. Para laki-laki tersendiri, dan para wanita tersendiri. Apabila datang waktu tidur, para wanita pergi ke kamarnya, dan para lelaki pergi ke kamarnya. Sehingga urusan mereka bisa ditegakkan. Walhamdulillah.
Barangsiapa yang ayahnya terus menerus melakukan ikhtilat, tidak ada pencegah bagi pemuda yang telah menikah untuk tinggal sendiri, walaupun ia tidak mentaati ayahnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hanya saja ketaatan itu pada perkara kebaikan". Dan juga bersabda, "Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq".
Alih bahasa: 
Abdulaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan
 

TENTANG JILBAB YG DIHIASI, JILBAB GAUL, JILBAB MODERN....

TENTANG JILBAB YG DIHIASI, JILBAB GAUL, JILBAB MODERN....

Oleh: Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan hafidzohulloh

Pertanyaan:

Akhir-akhir ini tersebar aba’ah (yakni: jilbab) yang dinamakan ‘Aba’ah Islamiyyah’ yang dikenakan dari atas kepala, akan tetapi ia memiliki lengan dari tangan sampai ke bahu. Bagaimana pendapat syaikh tentang memakai aba’ah semacam ini?

Jawaban:

Yaa ikhwan, jilbab itu tujuannya untuk menutupi bukan untuk berhias. ia bukanlah perhiasan dan tidak boleh digunakan untuk berhias atau diberi bordir-bordir atau lukisan, atau dibuatkan lengan sehingga jadi seperti baju (lengan panjang, pent). Yang seperti ini bukanlah jilbab tapi baju.

Jilbab itu tujuannya untuk menutupi, menutupi seluruh badan wanita, seperti selimut yang besar yaitu jilbab. Tujuannya adalah untuk menutupi dan bukan untuk berhias.

Bahkan tujuannya adalah untuk menutup diri dari berhias di hadapan laki-laki (ajnabi), maka tidak boleh menghiasi jilbab. Ia diberi embel-embel ‘Islami’ supaya laris, padahal ini tidak Islami! Ini hanya supaya laris saja.

Jilbab yang Islami itu adalah jilbab yang menutupi, lebar dan panjang serta tidak terdapat lukisan, bordiran dan hiasan-hiasan, jilbab Islami itu adalah yang sederhana dan tidak ada hiasan-hiasannya. Na’am.

***

Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/index.php?q=node%2F3192

Dengarkan rekamannya: http://www.alfawzan.af.org.sa/sites/default/files/1881.mp3

Sabtu, 30 Agustus 2014

Warna Jilbab Yang Boleh dipake Seorang Prempuan Ketia Keluar Rumah

Warna Jilbab Yang Boleh dipake Seorang Prempuan Ketia Keluar Rumah

Oleh : asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rohimahulloh

Pertanyaan :

Apakah ada warna jilbab tertentu yang harus dipakai wanita ketika keluar? Misalnya apakah harus memakai jilbab warna hitam dan penutup wajah, atau tidak ada warna tertentu yang wajib digunakan?

Jawaban :

Tidak ada warna jilbab tertentu yang wajib digunakan, tapi jilbab tersebut haruslah pakaian yang tidak menarik perhatian dan tidak menyebabkan fitnah. Jilbab haruslah pakaian yang secara adat kebiasaan tidak menarik perhatian dan menyebabkan fitnah bagi yang melihat para wanita itu. Karena Alloh jalla wa ‘alaa berfirman :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“dan tetaplah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian ber-tabarruj (berhias) sebagaimana ber-tabarrujnya para wanita jahiliah dahulu” (QS. Al-Ahzab: 33)

Para ulama berkata : tabarruj adalah menampakkan kecantikan dan perhiasan wanita. Maka pakaian yang merupakan adat kebiasaan yang berwarna hitam atau tidak, merah, biru, ataupun hijau jika itu adalah pakaian yang sudah biasa dan tidak ada perhiasan dan kecantikan yang menarik perhatian, maka inilah yang seharusnya. Demikian pula pakaian dalamannya juga haruslah tertutup, dengan jilbab atau aba’ah (jubah) dengan menutup wajah, kedua tangan dan kedua kaki sehingga ia jauh dari fitnah. Dan tidak mengapa jika jilbab itu di cadarnya ada bagian terbuka untuk melihat, sehingga ia bisa melihat jalan dengan jelas, atau cadar tersebut terbuka untuk sebelah mata atau kedua mata sehingga ia bisa melihat jalan, dengan menutup bagian yang lainnya.

Diterjemahkan dari : http://www.ibnbaz.org.sa/mat/18614

Rabu, 27 Agustus 2014

Benarkah bahwa dakwah rasul adalah dakwah akhlaq dan bukan dakwah tauhid

Tanya:
Ada khatib jum'at yang mengatakan bahwa inti ajaran islam atau ajaran seruan rasul adalah akhlaq bukan tauhid. Berdasarkan ayat yang artinya "tidaklah kamu diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlaq".
Bagaimana makna ayat ini?
Jawab:
Oleh Al Ustadz Abu Karimah Askari hafizhahullah
Akhlaq yang paling mulia itu adalah tauhid, tidak ada akhlaq bagi orang yang tidak bertauhid, bagaimana dikatakan seorang punya akhlaq sementara dia musyrik, dia kafir. Bagaimana itu? Apa pengertian akhlaq itu? Yang dimaksud akhlaq itu sifat-sifat manusia, aushaf al insan. Sifat-sifat yang ada pada manusia yang dengannya dia bermuamalah dengan yang lain. Manusia bermuamalah dengan Rabbnya, manusia bermuamalah dengan sesama manusia yang lain. Dan akhlaq itu ada dua. Ada akhlaq yang terpuji ada akhlaq yang tercela. Akhlaq yang terpuji adalah yang datang dari syariat Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka tidak masuk di akal seorang dikatakan si fulan memiliki akhlaq lalu dia kafir, musyrik. 
Akhlaq itu bukan hanya sekedar kalau si fulan punya duit banyak ngasih orang. "Ooo ini fulan ini akhlaqnya baik"
Si fulan kalau dia lewat ketemu orang lain, senyum "Ooo ini si fulan akhlaqnya baik"
Bukan itu yang dimaksud akhlaq semata. Akhlaq itu luas! Dan nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan:
إِنَّمَابُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq.
Dan yang dimaksud hadits ini, kata para ulama: Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak mengumpulkan akhlaq itu secara menyeluruh dalam satu agama kecuali setelah diutusnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Pada agama-agama samawi sebelumnya ketika Allah mengutus para nabi dan rasul. Masing-masing dari agama itu membawa akhlaq tentunya, tapi belum sempurna seperti ketika Allah mengutus RasulNya Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Setelah diutusnya Rasulullah 'Alaihi Shallatu Wasallam maka seluruh akhlaq-akhlaq yang mulia yang dibawa oleh para nabi dan sebelumnya dari ajaran-ajaran mereka, semuanya terkumpul pada ajaran yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala turunkan kepada RasulNya Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Itu yang dimaksud hadits:
إِنَّمَابُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
Dalam riwayat yang lain:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلَاقِ
Aku diutus untuk menyempurnakan keshalehan akhlaq
Dalam artian apa yang beliau sampaikan dari ajaran-ajaran islam, itulah kesempurnaan islam yang datang dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Download Audio disini
 

Selasa, 26 Agustus 2014

Silsilah bid'ah thaharah (6) - Apakah melafazhkan niat termasuk bid'ah

سلسلة أنواع بدع الطهارة
إذا تلفظت في داخل المسجد وقلت: اللهم إني نويت الوضوء لصلاة العصر مثلا، أو نويت الصلاة بهذه الطريقة هل هذا يعتبر بدعة؟
الجواب: ليس التلفظ بالنية لا في الصلاة ولا في الوضوء بمشروع؛ لأن النية محلها القلب، فيأتي المرء إلى الصلاة بنية الصلاة ويكفي، ويقوم للوضوء بنية الوضوء ويكفي، وليس هناك حاجة إلى أن يقول: نويت أن أتوضأ، أو نويت أن أصلي، أو نويت أن أصوم، أو ما أشبه ذلك، إنما النية محلها القلب، يقول الرسول صلى الله عليه وسلم: (إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
ولم يكن عليه الصلاة والسلام ولا أصحابه يتلفظون بنية الصلاة، ولا بنية الوضوء، فعلينا أن نتأسى بهم في ذلك، ولا نحدث في ديننا ما لا يأذن به الله ورسوله، يقول عليه الصلاة والسلام: (من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد) يعني: فهو مردود على صاحبه فبهذا يعلم أن التلفظ بالنية بدعة
(مجموع فتاوى ابن باز(10/423
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Apabila saya telah mengatakan sebuah lafazh di dalam masjid dan saya mengatakan; Allahumma inni nawaitu al wudhu'a li shalati al ashri (ya Allah sesungguhnya aku niat berwudhu untuk shalat ashar) misalnya atau (ucapan); nawaitu ash shalaataa (saya niat shalat) dengan cara ini, apakah hal ini dianggap bid'ah?
Jawab:
Tidaklah melafazhkan niat, baik ketika shalat maupun wudhu disyariatkan. Karena niat itu tempatnya di hati. Maka hendaklah seseorang shalat dengan niat shalat dan itu cukup. Dan berwudhu dengan niat wudhu dan itu cukup. Sehingga tidak ada disana suatu keperluan untuk mengucapkan; nawaitu an atawadhdha'a (saya niat berwudhu, nawaitu an ushalliya (saya niat untuk shalat), nawaitu an ashuuma (saya niat untuk puasa) atau semisal itu. Hanya saja niat itu tempatnya di dalam hati. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung niatnya, dan hanyasaja setiap orang memperoleh apa yang dia niatkan". Dan tidaklah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya melafazhkan niat shalat, dan tidak pula niat wudhu. Wajib bagi kita untuk meneladani mereka dalam hal tersebut. Dan kita tidak boleh berbicara di dalam agama kita sesuatu yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada di atasnya perintah kami maka (amalan itu) tertolak". Yaitu tertolak atas pelakunya. Oleh karena itu diketahui bahwa melafazhkan niat adalah bid'ah.
Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (10/423)
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy
 

Shalat memakai sandal

Tanya:
Apa hukumnya shalat dengan memakai sandal?
Jawab:
Oleh Asy Syaikh Abdulaziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah

Hukumnya adalah mustahab, setelah dipastikan kebersihannya. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat memakai sandal. Dan juga berdasaran sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani shalat dengan tidak memakai sepatu dan sandal mereka, maka selisihilah mereka."
Dan barang siapa yang shalat tanpa memakai alas kaki, hal ini tidak mengapa. Karena telah datang berita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, terkadang beliau shalat tanpa memakai alas kaki, dan tanpa memakai sandal.
Maka, apabila di masjid yang dipasangi karpet padanya, yang lebih utama untuk melepas sandalnya. Dalam rangka berhati-hati dari mengotori karpet masjid dan menjadikan kaum muslimin enggan sujud padanya.
Sumber:
Al Ajwibah Al Mufidah 'an Ba'dhi Masail Al Aqidah, hal. 48-49
Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan
 

Senin, 25 Agustus 2014

Tanya jawab aqidah (7 & 8) - Apa makna al iman dan Apa makna al ihsan

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-7:
Apakah makna al-iman?
Jawab:
Yaitu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, beriman akan adanya hari akhir, dan beriman kepada taqdir Allah yang baik maupun yang buruk.
Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala: 
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(QS: Al-Baqarah Ayat: 258)
Pertanyaan ke-8:
Apakah makna al-ihsan?
Jawab:
Yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak bisa, sesungguhnya Dia melihatmu.
Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala: 
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
(QS: An-Nahl Ayat: 128)
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan
 

Tanya jawab aqidah (7 & 8) - Apa makna al iman dan Apa makna al ihsan

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-7:
Apakah makna al-iman?
Jawab:
Yaitu engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, beriman akan adanya hari akhir, dan beriman kepada taqdir Allah yang baik maupun yang buruk.
Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala: 
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(QS: Al-Baqarah Ayat: 258)
Pertanyaan ke-8:
Apakah makna al-ihsan?
Jawab:
Yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak bisa, sesungguhnya Dia melihatmu.
Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala: 
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
(QS: An-Nahl Ayat: 128)
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan
 

Silsilah bid'ah thaharah (5) - Apakah dianjurkan menghadap kiblat pada saat berwudhu

سلسلة أنواع بدع الطهارة
هل يستحب استقبال القبلة حال الوضوء؟
الجواب: ذكر بعض الفقهاء أنه يستحب استقبال القبلة حال الوضوء وعلل ذلك بأنه عبادة وأن العبادة كما يتوجه الإنسان فيها بقلبه إلى الله فينبغي للإنسان أن يتوجه بجسمه إلى بيت الله حتى أن بعضهم قال إن هذا متوجه في كل عبادة إلا بدليل ولكن الذي يظهر لي من السنة أنه لا يسن أن يتقصد استقبال القبلة عند الوضوء لأن استقبال القبلة عبادة ولو كان هذا مشروعاً لكان نبينا صلى الله عليه وآله وسلم أول من يشرعه لأمته إما بفعله وإما بقوله ولا أعلم إلى ساعتي هذه أن النبي صلى الله عليه وآله سلم كان يتقصد استقبال القبلة عند الوضو
الشيخ ابن عثيمين من فتاوى نور على الدرب
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Apakah dianjurkan menghadap kiblat pada saat berwudhu?
Jawab:
Sebagian para fuqaha' menyebutkan bahwa dianjurkan menghadap kiblat pada saat wudhu'. Alasannya karena hal tersebut adalah ibadah. Dan bahwasanya ibadah itu sebagaimana seseorang menghadapkan hatinya kepada Allah dalam (beribadah), demikian pula sepatutnya bagi seseorang untuk meghadapkan jasmaninya ke baitullah. Hingga sebagian mereka mengatakan bahwa hal ini berlaku dalam setiap ibadah kecuali dengan dalil. Namun yang nampak bagiku bahwa termasuk sunnah adalah tidak dianjurkan untuk menghadap kiblat pada saat berwudhu. Karena menghadap kiblat adalah ibadah. Jikalau hal tersebut  disyari'atkan, maka niscaya Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang pertama kali yang mensyari'atkan untuk umatnya, baik dengan perbuatan maupun ucapan beliau. Dan saya tidak mengetahui hingga saat ini bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap kiblat pada saat berwudhu.
Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin dari Fatawa Nuur 'ala Ad Darb
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy

Hukum memberi hadiah di musim tertentu

  • Sholih Bin Fauzan Al Fauzan 
  • Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
  • Bakr bin Abdullah Abu Zaid

Soal:
Apa hukum syariat pada sebagian perkara yang terjadi di Mesir  misalnya seorang khatib mengirimkan sebagian hadiah pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Rajab, Sya'ban, Ramadhan, 'Asyuro,  dan dua hari raya.
Apakah perkara ini fardhu ataukah sunnah, apakah tidak mengapa bagi yang melakukan hal itu?
Jawab:   
Pemberian hadiah diantara manusia adalah termasuk perkara yang menghasilkan rasa saling mencintai dan mencocoki, serta menghilangkan kebusukan dan kedengkian dari hati. Memberi hadiah adalah perkara yang dianjurkan secara syariat, adalah Nabi shalallahu 'alaihi wa ssallam menerima hadiah dan membalas hadiah dan berlangsung amalan kaum muslimin padanya walhamdulillah, namun apabila  hadiah tersebut dikaitkan dengan sebab yang tidak syar'i maka pemberian hadiah tersebut tidak boleh, seperti memberikan hadiah dengan sebab bulan 'Asyuro atau Rajab atau terkait dengan hari ulang tahun (memperingati hari kelahiran) dan yang lainnya dari perkara-perkara bid’ah. Karena terdapat padanya membantu pada kebatilan dan ikut andil dalam bid’ah. Wabillaahit taufiq wa sholallohu ' ala Nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wasallam.
Karangan:
Annahyu 'anil bida' wal munkaraat.
Sumber: Web Al Lajnah Ad Daimah Lilbuhus Wal Ifta'
Tanggal terbit: 11 Sya'ban 1435 H (9/6/2014)
Alih bahasa: Al Ustadz Rifa'i hafizhahullah.

Tanya jawab aqidah (5 & 6) - Apa agamamu dan Diatas apa islam dibangun


 
ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH

Pertanyaan ke-5:
Apa agamamu?
Jawab:
Islam agamaku. Dan makna Islam adalah berserah diri dan tunduk kepada Allah Ta'ala semata.
Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala, 
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS: Ali Imran Ayat: 19)
Dan dalil yang lainnya firman Allah Ta'ala, 
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS: Ali Imran Ayat: 85)
Dan juga firman Allah Ta'ala, 
 ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS: Al-Maidah Ayat: 3)
Pertanyaan ke-6:
Di atas hal apa agama Islam dibangun?
Jawab:
Agama Islam dibangun di atas 5 rukun:
1. Mengucapkan 2 kalimat syahadat.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Berpuasa di bulan Ramadhan.
5. Menunaikan haji bagi yang mampu.
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan

Minggu, 24 Agustus 2014

Silsilah bid'ah thaharah (4) - Apakah disunnahkan mendo'akan kesembuhan bagi siapa saja yang keluar dari WC

سلسلة أنواع بدع الطهارة
عندنا في مصر يقولون لمن يخرج من الخلاء " شفيتم؟ " فيقال لهم " شفاكم الله وعافاكم " فهل في هذا حرج أم أن ذلك يعد من البدع وإن كان من البدع فنرجو الدليل ؟
الجواب: أما المسألة الأولى: وهي أنهم إذا خرج الخارج لقضاء حاجته قالوا له: " شفاك الله "، فإن هذا لا أصل له، ولم يكن السلف الصالح يفعلون ذلك وهم خير قدوة لنا والإنسان مشروع له إذا أراد دخول الخلاء ليقضي حاجته من بول أو غائط أن يقدم رجله اليسرى ويقول عند الدخول: ( باسم الله أعوذ بالله من الخبث والخبائث " وإذا خرج قدم اليمنى وقال: " غفرانك الحمد لله الذي أذهب عني الأذى وعافاني "وإن اقتصر على قول: " غفرانك " فحسن أما هذا الدعاء الذي أشار إليه السائل، فلا أصل له ولا ينبغي أن يتخذه الناس عادة؛ لأن مثل هذه الأمور إذا اتخذت عادة صارت سنة وظنها الناس مشروعة وهي ليست مشروعة
الشيخ ابن عثيمين من فتاوى نور على الدرب
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Di daerah kami di Mesir ada orang-orang yang mereka mengatakan kepada siapa saja yang keluar dari dari WC; syufiitum (semoga engkau diberi kesembuhan)? Lalu diucapkan untuk mereka; syafaakumullah wa 'aafaakum (semoga Allah Allah memberi kesembuhan dan keselamatan kepada kalian. Apakah hal ini tidak mengapa atau perkara tersebut dianggap bid'ah. Jika termasuk bid'ah maka kami mohon dalilnya?
Jawab: 
Adapun masalah yang pertama, yaitu bahwasanya mereka apabila ada yang keluar (dari WC) setelah menunaikan hajatnya, lalu mereka berkata kepadanya; syafaakallah (semoga Allah menyembuhkanmu), maka hal ini tidak ada asalnya dan tidak pernah dilakukan oleh Salafush Shalih. Padahal mereka adalah sebaik-baik panutan kita. Dan seseorang disyariatkan baginya apabila hendak masuk ke WC untuk menunaikan hajatnya, baik buang air kecil atau besar, hendaklah ia mendahulukan kaki kiri dan berdoa ketika masuk; bismillah a'uudzu billahi minal khubutsi wal khabaaits (Dengan menyebut nama Allah aku berlindung kepada Allah dari setan laki-laki dan setan perempuan). Dan apabila keluar (dari WC) mendahulukan kaki kanan dan berdoa; ghufraanak alhamdulillahilladzi adzhaba 'anniy al adza wa 'aafaaniy (kumohon ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telang menghilangkan gangguan dariku dan memberi kesalamatan kepadaku). Dan apabila ia mencukupkan dengan ucapan; ghufraanaka, maka baik. Adapun doa yang telah diisyaratkan oleh penanya, maka tidak ada asalnya dan tidak boleh seseorang untuk menjadikannya sebagai kebiasaan. Karena perkara-perkara semisal ini apabila dijadikan sebagai kebiasaan, maka ia akan menjadi sunnah (jejak). Dan manusia menyangka hal tersebut disyariatkan, padahal tidak ada syariatnya.
Asy Syaikh 'Ibnu 'Utsaimin dari Fatawa Nuurun 'ala Ad Darb
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy

Jumat, 22 Agustus 2014

Bagaimana agar kita sabar terhadap orang yang mendholimi kita

Tanya:
Bagaimana tips agar kita bisa sabar menghadapi orang-orang yang mendholimi kita?

Jawab:
Oleh Al Ustadz Usamah Faishol Mahri hafizhahullah

Ada dua hal:
Yang pertama, perlu disadari, tidak ada kejelekan yang menimpa, kedholiman ataupun yang lain, kecuali dari diri kita sendiri:

وَمَاۤ اَصَابَكَ مِنۡ سَيِّئَةٍ فَمِنۡ نَّـفۡسِكَ‌

Adapun kejelekan yang menimpamu, dari dirimu sendiri (kamu penyebabnya) (QS An Nisaa: 79)

Pasti karena dosa dan kejelekanmu, ada yang tidak kamu jaga. Kejahatan, kedholiman yang menimpa dia karena dia. Fulan berbuat begini, berbuat begitu, balas dia "Ya Allah...begini...begini..." Nampakkan mau membalas mau begini. Mampu memberikan balasan, di situ kamu berjiwa besar memaafkan. Itupun secara terperinci disebutkan lebih oleh para ulama. Tergantung, kalau memang orang itu sebetulnya orang baik, kamu kenal. Hanya saja ketika itu mungkin melakukan kejelekan, melakukan kedholiman, kamu maafkan. Mungkin itu lebih baik bagi dia, dan akan menjadi waliyul hamid, teman yang akrab, akan membela kamu, cinta kepadamu.

Tapi tipe orang lain, yang kalau kamu maafkan, malah itu menjadi kejelekan. Malah dia semakin mejadi-jadi dalam kejelekannya. Maka kamu tidak benar memaafkan dia. Kamu tidak berbuat baik, malah berbuat jelek dengan memaafkan dia dari kedholimannya. Tergantung, siapa orang di hadapanmu ini. Kamu lihat! Ulama mempermisalkan kalau itu misalnya residivis atau ma'ruf penjahat kelas kakap sering melakukan ini, itu. Melakukan kedholiman, kemudian kamu maafkan, ya sudah tidak dihukum, tidak di ini, dibebaskan. Ya tambah berbuat lagi dia diluar. Tidak benar kamu memberi maaf ketika itu. Harus tidak boleh kamu kasih maaf, biar dia dihukum. Perbuatan dholim dia tidak bisa dibiarkan.

Maka dibedakan antara satu orang dengan orang yang lain. Tergantung, seperti apa dia ini tipenya. Kalau memang maaf kamu membuat baik dia, maafkan! Tapi kalau maaf kamu kepadanya malah dia menjadi-jadi, dan semakin jelek, jangan. Maka hendaknya orang bijak dalam menentukan sikapnya. Wallahu a'lam.

Download Audio disini
 
Sumber : http://www.thalabilmusyari.web.id

Kamis, 21 Agustus 2014

Manakah yang sunnah memakai arloji di tangan kanan atau kiri

Tanya:
Manakah yang sunnah memakai arloji di tangan kanan atau kiri
Jawab:
Oleh Asy Syaikh Abdurrahman Al 'Adeni hafizhahullah.
Boleh memakainya di tangan kanan ataupun kiri.
Apa dalilnya? Dalilnya adalah perbuatan Nabi shallahu 'alaihi wasallam ketika beliau memakai cincin. Ada hadits yang menyebutkan bahwa beliau memakai cincin di tangan kanan, dan hadits yang lain menyebutkan di tangan kiri.
Al Imam Daraquthni melemahkan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa beliau memakainya di tangan kanan. Adapun ulama' yang lain menshahihkannya. Jam itu seperti cincin, maka hukumnya seperti hukum cincin. Diberi kebebasan, boleh di pakai di tangan kanan ataupun di kiri. Wallahu a'lam.
Alih bahasa: Ibnu Salihin Al Balikbabany hafizhahullah.
 

Tanya jawab aqidah (3 & 4) - Makna Ar Rabb dan dengan apa engkau mengenal Rabbmu?

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-3:
Apa makna Ar-Rabb?
Jawab:
Maknanya adalah Al-Malik (yang maha memiliki), Al-Ma'bud (yang disembah), Al-Mutasharraif (yang mengatur alam semesta). Dan Dialah dzat yang berhak untuk diibadahi.
Pertanyaan ke-4:
Dengan apa engkau mengenal Rabbmu?
Jawab:
Aku mengenalinya dengan ayat-ayat-Nya dan makhluq-makhuq-Nya. Diantara ayat-ayat-Nya (tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran-Nya) adalah pergantian malam dan siang, dengan adanya matahari dan bulan. Dan diantara makhluq-makhluq-Nya adalah langit yang 7 beserta seluruh yang ada di dalamnya, dan bumi yang 7 beserta seluruh yang ada di dalamnya, dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya (yakni langit dan bumi).
Dan dalilnya firman Allah Ta'ala: 
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.
(QS: Fushshilat Ayat: 37)
Dan juga firman Allah Ta'ala: 
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ´Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
(QS: Al-A'raf Ayat: 54)
Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan
 

Silsilah bid'ah thaharah (3) - Apakah disyariatkan membaca syahadat saat menghilangkan najis?

سلسلة أنواع بدع الطهارة
كثيراً ما نسمع مثلاً خاصة الطاعنين في السن إذا غُسل لهم وأزُيلت نجاسة من ثوب من ثيابهم يسألون هل شُهِّدَ أي قيل عليه ( أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً رسول الله ) هل ورد في ذلك شيء؟
الجواب: أبداً ما ورد أن الإنسان إذا غسل النجاسة يقول: " أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً رسول الله " هذا وارد فيما إذا توضأ الرجل فيقول: " أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمد عبده ورسول الله اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين " ، وأما التشهد على إزالة النجاسة فإنه من البدع التي يُنهى عنها
الشيخ ابن عثيمين من فتاوى نور على الدرب
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Sering kami mendengar terkhusus misalnya orang-orang yang mencela sunnah, apabila dibasuh untuk mereka dan dihilangkan najis pakaian-pakaian mereka, maka mereka bertanya; Apakah sudah disyahadatkan, yaitu ucapan, "Asyhadu an laailaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah". Apakah ada riwayatnya?
Jawab: 
Selamanya tidak pernah ada riwayatnya bahwa seseorang apabila membersihkan najis sambil mengucapkan; "Asyhadu an laailaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah". Hal ini diriwayatkan dalam hal apabila seseorang telah berwudhu lalu mengucapkan; "Asyahadu an laailaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh, Allahummaj'alni minat tawwabiina waj'alni minal mutathahhirin". Adapun tasyahhud (mengucapkan kalimat syahadat) ketika membersihkan najis, maka itu termasuk bid'ah yang dilarang.
Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin dari Fatawa Nuur 'ala Ad Darb
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy
 

PULANG, TAPI BELUM PUNYA OLEH-OLEH..



Oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rohimahulloh

Seorang penanya yang bekerja di Saudi bertanya:

Apakah ketika aku pulang ke negaraku aku harus membawa oleh-oleh untuk keluarga dan kerabatku? Dimana hal tersebut sebenarnya sangat memberatkanku, dan apakah jika aku tidak bawa oleh-oleh berarti aku telah berdosa karena memutus silaturahim dengan keluargaku?

Jawaban:

Bawa oleh-oleh itu tidak wajib dan bukan keharusan. Oleh-oleh hukumnya tidak wajib dan tidak membawa oleh-oleh tidaklah memutus tali silaturahim. Jadi terserah, jika engkau ingin membawakan oleh-oleh untuk keluargamu maka boleh-boleh saja, kalau tidak bawa pun tidak mengapa, engkau lebih tahu maslahatnya.

Yang penting adalah engkau atur keuanganmu untuk keperluan rumah tangga, keperluanmu dan keluargamu. Jika engkau belikan oleh-oleh yang ringan untuk istrimu atau ayah dan ibumu atau untuk saudara-saudaramu maka boleh-boleh saja. Tapi kalau hal itu berat bagimu, maka al-hamdulillah bawa oleh-oleh itu bukan keharusan. Uang itu engkau simpan untuk keperluan rumah tanggamu dan keperluanmu atau untuk membayar hutangmu.

Adapun oleh-oleh untuk keluargamu itu hukumnya sunnah mustahab saja jika mudah bagimu, jika ada kemampuan dan kemudahan. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

تهادوا تحابوا

“Saling berilah hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai”

Jadi membawakan oleh-oleh itu bagus, jika engkau mampu dan ada kelapangan dan tanpa memberat-beratkan diri.

***

Di Terjemahkan dari : http://www.binbaz.org.sa/mat/13118

Warna Jilbab Yang Boleh dipake Seorang Prempuan Ketia Keluar Rumah


Warna Jilbab Yang Boleh dipake Seorang Prempuan Ketia Keluar Rumah
Oleh : asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rohimahulloh
Pertanyaan :
Apakah ada warna jilbab tertentu yang harus dipakai wanita ketika keluar? Misalnya apakah harus memakai jilbab warna hitam dan penutup wajah, atau tidak ada warna tertentu yang wajib digunakan?
Jawaban :
Tidak ada warna jilbab tertentu yang wajib digunakan, tapi jilbab tersebut haruslah pakaian yang tidak menarik perhatian dan tidak menyebabkan fitnah. Jilbab haruslah pakaian yang secara adat kebiasaan tidak menarik perhatian dan menyebabkan fitnah bagi yang melihat para wanita itu. Karena Alloh jalla wa ‘alaa berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“dan tetaplah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian ber-tabarruj (berhias) sebagaimana ber-tabarrujnya para wanita jahiliah dahulu” (QS. Al-Ahzab: 33)
Para ulama berkata : tabarruj adalah menampakkan kecantikan dan perhiasan wanita. Maka pakaian yang merupakan adat kebiasaan yang berwarna hitam atau tidak, merah, biru, ataupun hijau jika itu adalah pakaian yang sudah biasa dan tidak ada perhiasan dan kecantikan yang menarik perhatian, maka inilah yang seharusnya. Demikian pula pakaian dalamannya juga haruslah tertutup, dengan jilbab atau aba’ah (jubah) dengan menutup wajah, kedua tangan dan kedua kaki sehingga ia jauh dari fitnah. Dan tidak mengapa jika jilbab itu di cadarnya ada bagian terbuka untuk melihat, sehingga ia bisa melihat jalan dengan jelas, atau cadar tersebut terbuka untuk sebelah mata atau kedua mata sehingga ia bisa melihat jalan, dengan menutup bagian yang lainnya.
Diterjemahkan dari : http://www.ibnbaz.org.sa/mat/18614

Rabu, 20 Agustus 2014

Tanya jawab aqidah (1 & 2) - Tiga landasan utama dan siapakah rabbmu

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-1:
Apakah tiga landasan utama yang wajib bagi setiap insan untuk mengetahuinya?
Jawab:
Pengetahuan hamba tentang Rabbnya, agamanya, dan Nabinya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Pertanyaan ke-2:
Siapakah Rabbmu?
Jawab:
Rabbku adalah Allah, yang mengaturku dan mengatur seluruh alam. Dialah sesembahanku, dan tidak ada sesembahan bagiku selain Dia. Dan dalilnya adalah firman Allah Ta'ala:
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ 
"Segala puji hanya bagi Allah" (QS Al Fatihah: 1)
Dan segala sesuatu selain Allah adalah alam, dan aku adalah salah satu dari alam tersebut.
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
 

Silsilah bid'ah thaharah (2) - (Apa hukum) basmalah (membaca Bismillah) sebelum istinja' (bersuci) di dalam kamar mandi, mohon dalilnya?

سلسلة بدع الطهارة
البسملة قبل الاستنجاء في الحمام وأرجو الدليل على ذلك؟
الجواب: لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم التسمية على الاستنجاء، سواء كان داخل الحمام أو خارجه و إنما يشرع لمن أراد أن يدخل الحمام الذي يقضي فيه حاجته أن يقول ( أعوذ بالله من الخبث والخبائث ) وإن قال قبل ذلك: " باسم الله " فهو حسن، أما قوله: ( أعوذ بالله من الخبث والخبائث )، فقد ثبت في الصحيحين وأما " باسم الله "، فقد جاء فيه حديث في السنن لا بأس بالأخذ به والعمل به ولكن التسمية مشروعة عند الوضوء، إما وجوباً على رأي بعض أهل العلم، وإما استحباباً على القول الثاني لأهل العلم وهو الراجح وعلى هذا، فإذا انتهى من الاستنجاء وستر عورته وأراد أن يتوضأ، فإنه ينبغي له أن يقول " باسم الله
الشيخ ابن عثيمين من فتاوى نور على الدرب
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
(Apa hukum) basmalah (membaca Bismillah) sebelum istinja' (bersuci) di dalam kamar mandi, mohon dalilnya?
Jawab: 
Tidak diriwayatkan dari nabi shallallahu'alaihi wa sallam tentang bacaan saat istinja', baik ketika di dalam kamar mandi atau di luarnya. Namun hanya saja disyariatkan bagi orang yang hendak masuk ke kamar mandi untuk menunaikan hajatnya seraya berdoa: 
"A'udzu billahi minal khubutsi wal khabaaits" (aku berlindung kepada Allah dari setan laki-laki dan setan perempuan). 
Jika ia mengucapkan basmalah sebelum itu, maka lebih baik. Adapun doa: "A'udzu billahi minal khubutsi wal khabaaits", maka telah tetap di dalam Ash Shahihain. Sedangkan basmalah, maka telah datang sebuah hadits tentangnya di dalam As Sunan yang tidak mengapa menggunakannya dan beramal dengannya. Dan bacaan tersebut disyariatkan ketika whudhu', wajib berdasarkan pendapat sebagian ahli ilmu dan istihbab (dianjurkan) berdasarkan pendapat kedua dari ahli ilmu dan ini pendapat yang rajih. Oleh karena itu, apabila telah selesai dari istinja', menutup auratnya dan hendak berwudhu' maka selayaknya ia mengucapkan Basmalah.
Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin dari Fatawa Nuur 'ala Ad Darb
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy
 

Hukum hewan laut

Hukum hewan laut

Tanya:
Hukum Hewan Laut.
Jawab:
Para ulama sepakat ikan dengan berbagai jenisnya halal dimakan. Akan tetapi mereka berselisih pendapat terkait hewan-hewan air lainnya.
Imam Ahmad, Malik, dan Syafi'i berpendapat: Semua jenis hewan air halal. Berdasarkan firman Allah 'azza wa jalla:
أحل لكم صيد البحر وطعامه متاعا لكم وللسيارة
"Dihalalkan bagi kalian hewan buruam laut, dan makanan dari laut (dari hewan laut yang sudah mati) sebagai mananan bagi kalian dan bekal bagi musafirin" (QS Al Ma'idah: 96)
Dan juga sabda nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang air laut:
هو الطهور ماءه الحل ميتته
"Airnya suci, dan bangkainya halal". (HR Imam Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Termasuk dalam pengertian hewan laut ialah hewan yang hanya hidup di air saja. Inilah pendapat yang terpilih.
Tanya:
Hukum hewan amfibi, yakni hewan yang hidup di dua alam, di air dan di darat. Seperti buaya, kura-kura, kepiting, anjing laut, dan sebagainya. Apakah hewan tersebut halal?
Jawab:
Para ulama berselisih terkait permasalahan ini. Pendapat yang lebih mendekati kebenaran, adalah yang merinci:
Apabila hewan tersebut mati di air, maka bangkainya halal. Berdasarkan keumuman hadits diatas:
هو الطهور ماءه الحل ميتته
Apabila hewan tersebut mati di darat maka bangkainya haram. Kecuali kepiting, karena tidak ada darah padanya, maka bangkainya halal
Apabila hewan tersebut berada di darat dan masih hidup, maka hukumnya halal dengan syarat disembelih dahulu.
Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikhuna Abdurrahman Al 'Adeny -hafidzahullah-.
Adapun katak, hukumnya haram. Dikarenakan nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk membunuhnya.
Tanya:
Apakah bangkai hewan amfibi tersebut najis?
Jawab:
Di rinci:
Apabila matinya di air, maka suci.
Apabila matinya di darat tanpa di sembelih dengan cara yang syar'i, maka najis, sebagaimana bangkai hewan darat.
Tanya:
Bukankah buaya termasuk hewan buas, dan juga memiliki taring?
Jawab:
Ya, buaya termasuk hewan buas, tapi tidak memiliki taring. Tetapi dia memiliki gigi yang tajam. Begitu juga ikan hiu, dia tidak memiliki taring, tapi hanya gigi yang tajam. Berbeda antara gigi taring dan sekedar gigi yang tajam. Wallahu a'lam.
Oleh: Ibnu Salihin Al Balibabany -ghafarallahu lahu wa liwalidaihi-.
Selasa 23 Syawal 1435 / 19 Agustus 2014 M.
Darul hadits bil Fuyusy -harasahallahu-.
 

Sampai batas manakah wajib bagi seorang wanita untuk mentaati suaminya?

Faidah dari Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wad’i rohimahulloh..

Pertanyaan:

Sampai batas manakah wajib bagi seorang wanita untuk mentaati suaminya?

Jawaban :

Adapun masalah-masalah yang wajib (bagi seorang istri untuk taat pada suaminya) adalah dalam masalah-masalah yang diwajibkan oleh Alloh untuk mentaatinya, seperti jika suaminya mengajaknya ke tempat tidur. Dan juga jika suaminya faqir, maka seharusnya ia bersabar bersamanya semampunya. Akan tetapi ada yang lebih luas lagi dari kewajiban-kewajiban tersebut, yaitu kami nasihatkan kepadanya agar ia bersabar atas suaminya dalam keadaan susah dan sedih, serta tidak membebaninya dengan apa-apa yang ia tidak mampu, tidak membebaninya dalam membeli peralatan-peralatan model-model yang baru, misalnya jika ia melihat mobil ia berkata : “belikan aku mobil seperti itu”, begitu juga dengan baju, ia semangat menginginkan model-model yang baru.

Yang seharusnya ia lakukan adalah bersabar dan bersikap yang baik kepada suaminya, dan mendidik anak-anaknya, dan mencucikan pakaiannya dan menolongnya dalam kebaikan, dan membuatkan makanannya jika perlu. Dan masalah ini adalah masalah saling tolong-menolong, terlebih-lebih kalian –insyaAlloh- adalah para penuntut ilmu, laki-laki dan wanita.

Kadang-kadang wanita memiliki waktu yang sempit dan melalaikan sebagian hak-hak suaminya maka hendaknya sang suami bersabar atas istrinya. Begitu pula kadang-kadang seorang suami memiliki waktu yang sempit dan melalaikan sebagian hak-hak istrinya, maka hendaknya sang istri bersabar atas suaminya.

Wallohul Musta'an

Diterjemahkan dari : http://www.baiyt-essalafyat.com/vb/showthread.php?t=10986

Selasa, 19 Agustus 2014

Silsilah bid'ah thaharah (1) - Apakah disyaratkan istinja' setiap kali wudhu'?

سلسلة بدع الطهارة
هل يشترط الاستنجاء لكل وضوء؟
الجواب: لا يشترط الاستنجاء لكل وضوء ، وإنما يجب الاستنجاء من البول والغائط وما يلحق بهما ، أما غيرهما من النواقض ؛ كالريح ، ومس الفرج ، وأكل لحم الإبل ، والنوم ، فلا يشرع له الاستنجاء ، بل يكفي في ذلك الوضوء الشرعي : وهو غسل الوجه ، ويدخل فيه المضمضة والاستنشاق ، وغسل اليدين مع المرفقين ، ومسح الرأس مع الأذنين ، وغسل الرجلين مع الكعبين ، كما في قوله عز وجل : ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ﴾ [سورة المائدة الآية6].
مجموع فتاوى ابن باز(10/33)
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Apakah disyaratkan istinja' setiap kali wudhu'?
Jawab:
Tidak disyaratkan istinja' setiap kali wudhu'. Hanya saja istinja' itu wajib ketika kencing, buang air besar dan hal-hal yang termasuk pada keduanya. Adapun pembatal-pembatal selain keduanya seperti buang angin, menyentuh kemaluan, makan daging unta, tidur, maka tidak disyariatkan istinja padanya. Bahkan cukup dengan wudhu syar'iy yaitu membasuh wajah, dan termasuk didalamnya berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung dan membasuh kedua tangan hingga ke siku-siku, dan menghusap kepala beserta kedua telinga serta membasuh kedua kaki hingga ke mata kaki, sebagaimana dalam firman-Nya 'Azza wa Jalla:
"Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian hendak shalat maka basuhlah wajah-wajah kalian dan kedua tangan kalian hingga ke siku-siku dan husaplah kepala-kepala kalian dan (basuhlah) kaki-kaki kalian hingga kedua mata kaki". (Surat Al Maidah ayat 6)
Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (33/10)
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy