Definition List

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 29 September 2014

Untuk Suami dan Istri Nasihat dari Imam Al-Albani


Dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang mesti ada saja empasan ombak dan terpaan badai, sepasang suami istri selalu butuh nasihat agar mereka selamat membawa bahtera mereka sampai ke dermaga kebahagiaan.

Keduanya butuh untuk selalu diingatkan dan hendaknya tak jemu-jemu mendengarkan nasihat/peringatan walaupun sudah pernah mengetahui apa yang dinasihatkan tersebut.

Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani t, seorang ‘alim rabbani, dalam kitabnya yang sangat bernilai Adabuz Zifaf fis Sunnatil Muthahharah tidak lupa memberikan nasihat kepada pasangan suami istri di pengujung kitabnya tersebut. Sebuah nasihat yang sangat patut kita simak karena bersandar dengan kitabullah dan Sunnah Rasul n…1

Pertama: Hendaknya sepasang suami istri taat kepada Allah k dan saling menasihati untuk taat, mengikuti hukum-hukum yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Keduanya jangan mengedepankan selain hukum-hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah karena taklid/membebek atau mengikuti kebiasaan yang ada di tengah manusia, atau karena mengikuti satu mazhab tertentu. Allah k berfirman:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula bagi wanita yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al-Ahzab: 36)



Kedua: Masing-masing menunaikan kewajiban-kewajiban dan hak-hak terhadap yang lain sesuai yang Allah k tetapkan atas mereka. Maka, janganlah misalnya si istri menuntut persamaan dengan lelaki/suaminya dalam segala haknya. Sebaliknya, janganlah si lelaki/suami merasa tinggi/bersikap melampaui batas karena apa yang Allah k utamakan kepadanya lebih dari istrinya dalam hal kepemimpinan, sehingga si suami menzalimi istrinya dan memukulnya tanpa ada sebab yang dibolehkan. Allah k berfirman:

“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (Al-Baqarah: 228)

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atau sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi menjaga diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuz2nya maka nasihatilah mereka dan tinggalkan mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian bila mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka3. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisa’: 34)

Mu’awiyah bin Haidah z pernah bertanya kepada Rasulullah n:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟

“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?”

Rasulullah n menjawab:

أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تُقَبِّحِ الْوَجْهَ، وَلاَ تَضْرِبْ، [وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ] كَيْفَ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ، إِلاَّ بِمَا حَلَّ عَلَيْهِنَّ

“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau menjelekkan wajahnya4, jangan memukul, [dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah5]. Bagaimana hal itu kalian lakukan, sementara sebagian kalian telah bergaul dengan sebagian yang lain6, terkecuali dengan apa yang dihalalkan atas mereka.”7

Rasulullah n bersabda:

الْمُقْسِطُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الرَّحْمَنِ –كِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ- الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وََمَا وَلُوْا

“Orang-orang yang adil pada hari kiamat nanti mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di atas tangan kanan Ar-Rahman –dan kedua tangan-Nya kanan–, yaitu mereka yang berlaku adil dalam hukum mereka, kepada keluarga mereka dan pada apa yang mereka urusi.”8

Apabila keduanya mengetahui hal ini dan mengamalkannya, niscaya Allah k akan menghidupkan mereka dengan kehidupan yang baik dan selama keduanya hidup bersama. Mereka akan berada dalam ketenangan dan kebahagiaan. Allah k berfirman:

“Siapa yang melakukan amal shalih dari kalangan laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami akan balas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang dulunya mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)



Ketiga: Bagi istri secara khusus, hendaknya ia menaati suaminya dalam apa yang diperintahkan kepadanya sebatas kemampuannya. Karena hal ini termasuk perkara yang dengannya Allah k melebihkan kaum lelaki di atas kaum wanita sebagaimana Allah k nyatakan dalam dua ayat yang telah disebutkan di atas:

“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”

“Dan kaum lelaki memiliki kedudukan satu derajat di atas kaum wanita.” (Al-Baqarah: 228)

Sungguh banyak hadits shahih yang datang memperkuat makna ini dan menjelaskan dengan gamblang apa yang akan diperoleh wanita dari kebaikan ataupun kejelekan bila ia menaati suaminya atau mendurhakainya.

Di sini kita akan sebutkan sebagian hadits-hadits tersebut, semoga dapat menjadi peringatan bagi para wanita di zaman kita ini, karena sungguh Allah k berfirman:

“Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)



Hadits pertama:

لاَ يِحِلُّ لِامْرَأَةٍ أَنْ تَصُوْمَ -وَفِي رِوَايَةٍ: لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ- وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ [غَيْرَ رَمَضَانَ] وَلاَ تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal seorang istri puasa (dalam satu riwayat: Janganlah seorang istri puasa) sementara suaminya ada di tempat9 kecuali dengan izin suaminya (terkecuali puasa Ramadhan) dan istri tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya terkecuali dengan izin suaminya.”10



Hadits kedua:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتََهُ إِلَى فِِِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ – وَ فِي رِوَايَةٍ: أَوْ حَتَّى تَرْجِعَ- (وَفِي أُخْرَى: حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا)

“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya11 namun si istri tidak mendatangi suaminya hingga suaminya bermalam dalam keadaan marah kepadanya, niscaya para malaikat akan melaknatnya sampai ia berada di pagi hari.”

“Dalam satu riwayat: atau sampai si istri kembali. Dalam riwayat lain: sampai suaminya ridha terhadapnya.”12



Hadits ketiga:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، ولَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلىَ قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ [نَفْسَهَا]

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang istri dapat menunaikan hak Rabbnya hingga ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas qatab13 maka ia tidak boleh mencegah suaminya dari dirinya.”14



Hadits keempat:

لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهَا مِنَ الْحُوْرِ الْعَيْنِ: لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia melainkan berkata istrinya dari bidadari surga, ‘Janganlah engkau sakiti dia, semoga Allah memerangimu, dia di sisimu hanyalah dakhil15. Hampir-hampir ia berpisah denganmu menuju kepada kami’.”16



Hadits kelima:

Dari Hushain bin Mihshan z, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku bibiku, ia berkata: Aku pernah datang ke tempat Rasulullah n karena satu keperluan. Ketika itu Rasulullah n bertanya:

أَيْ هَذِهِ، أَذَاتُ بَعْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجِزْتُ عَنْهُ. قَالَ:[فَانْظُرِيْ] أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنارُكِ

“Wahai wanita, apakah engkau punya suami?” Aku menjawab, “Iya.” “Bagaimana yang engkau perbuat terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Saya tidak pernah mengurangi haknya17 kecuali dalam perkara yang saya tidak mampu.” Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”18



Hadits keenam:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktunya, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya maka ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang ia inginkan.”19

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Catatan kaki yang ada dalam tulisan ini juga dari kitab Adabuz Zifaf, cet. ke-3 dari Al-Maktab Al-Islami.
2 Nusyuz para istri adalah keluarnya mereka dari ketaatan. Ibnu Katsir t berkata, “Nusyuz bermakna irtifa’ (tinggi). Istri yang berbuat nusyuz adalah istri yang mengangkat/meninggikan dirinya di atas suaminya, meninggalkan ketaatan kepada perintah suaminya, berpaling darinya.”
3 Maksudnya, apabila seorang istri menaati suaminya dalam seluruh perkara yang diinginkan suaminya dari dirinya sebatas yang dibolehkan Allah l, setelah itu tidak ada jalan bagi si suami untuk mencela dan menyakitinya. Si suami tidak boleh memukul dan menghajrnya. Firman Allah k:
“Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”, merupakan ancaman kepada para suami bila melakukan kezaliman terhadap para istri tanpa ada sebab. Karena sungguh Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar merupakan penolong mereka (para istri), Dia akan memberi balasan kepada orang yang menzalimi dan berbuat melampaui batas terhadap mereka. Demikian disebutkan dalam Tafsir Ibni Katsir.
4 Maksudnya, jangan engkau mengatakan, “Semoga Allah l menjelekkan wajahmu.”
Ucapan Nabi n:
وَلاَ تَضْرِبْ
“Jangan engkau memukul”, maksudnya memukul wajah. Pukulan hanyalah dilakukan bila memang harus diberikan dan ditujukan pada selain wajah.
5 Maksudnya, janganlah engkau memboikotnya kecuali di tempat tidur. Bukan dengan engkau meninggalkannya dengan pindah ke tempat lain, atau memindahkannya dari rumahmu ke rumah yang lain. Demikian diterangkan dalam Syarhus Sunnah, (3/26/1).
6 Yakni kalian telah melakukan hubungan badan.
Ucapan Nabi n :
إِلاَّ بِمَا حَلَّ عَلَيْهِنَّ
“Terkecuali dengan apa yang dihalalkan atas mereka”, yaitu berupa pukulan dan hajr disebabkan nusyuznya mereka, sebagaimana hal ini jelas disebutkan dalam ayat yang telah lewat.
7 HR. Abu Dawud (1/334), Al-Hakim (2/187-188), Ahmad (5/3 dan 5). Tambahan yang ada dalam kurung [ ] adalah dari riwayat Ahmad dengan sanad yang hasan. Al-Hakim berkata, “Shahih.” Adz-Dzahabi menyepakati Al-Hakim dalam penshahihannya. Al-Baghawi juga meriwayatkannya dalam Syarhus Sunnah.
8 HR. Muslim (6/7), Al-Husain Al-Marwazi dalam Zawaid Az-Zuhud karya Ibnul Mubarak (120/2) dari Al-Kawakib karya Ibnu Urwah Al-Hambali, berjilid, (no. 575), Ibnu Mandah dalam At-Tauhid (94/1) dan beliau berkata,”Hadits shahih.”
9 Maksudnya, suaminya ada berdiam di negerinya, tidak safar. An-Nawawi t berkata dalam Syarhu Muslim (7/115) di bawah riwayat yang kedua, “Larangan ini menunjukkan keharaman (tidak sekadar makruh). Demikian orang-orang dalam mazhab kami menyebutkannya secara jelas.”
Aku (Al-Albani) katakan, “Ini merupakan pendapat jumhur sebagaimana dalam Fathul Bari dan riwayat yang pertama lebih memperkuatnya.”
Kemudian An-Nawawi berkata, “Adapun sebab/alasan pelarangan tersebut, karena suami memiliki hak untuk istimta’ dengan si istri sepanjang hari. Haknya ini wajib untuk segera ditunaikan dan tidak boleh luput penunaiannya karena si istri sedang melakukan ibadah sunnah ataupun ibadah yang wajib namun dapat ditunda.”
Aku (Al-Albani) katakan, “Apabila wajib bagi istri menaati suaminya dalam memenuhi kebutuhan syahwatnya, tentunya lebih utama lagi pewajiban bagi istri untuk taat kepada suami dalam perkara yang lebih penting lagi yang diperintahkan suaminya kepadanya berupa tarbiyah (mendidik) anak-anak keduanya, memperbaiki keluarga keduanya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban semisalnya. Al-Hafizh berkata dalam Fathul Bari, “Hadits ini menunjukkan lebih ditekankan kepada istri untuk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yang hukumnya sunnah. Karena hak suami itu wajib, sementara menunaikan kewajiban lebih didahulukan daripada menunaikan perkara yang sunnah.”
10 HR. Al-Bukhari (4/242-243) dengan riwayat yang pertama, dan Muslim (3/91) dengan riwayat yang kedua, Abu Dawud (1/385), An-Nasa’i dalam Al-Kubra (63/2), tambahan yang ada dalam kurung [ ] adalah dari riwayat keduanya. Sanad hadits ini shahih di atas syarat Syaikhan. Diriwayatkan pula oleh Ahmad (2/316, 444, 464, 476, 500), Ath-Thahawi dalam Al-Musykil (2/425), Abusy Syaikh dalam Ahadits Abiz Zubair (no. 126) dari banyak jalan dari Abu Hurairah z. Dan Ahmad memiliki satu riwayat yang semakna dengan tambahan yang ada.
11 Tempat tidur (firasy) di sini adalah kinayah (kiasan) dari jima’. Yang menguatkan hal ini adalah sabda Rasulullah n:
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ
“Anak itu untuk firasy.”
Maksudnya, anak yang dilahirkan adalah milik orang yang melakukan jima’ di tempat tidur tersebut (si pemilik tempat tidur tersebut).
Penyebutan sesuatu yang memalukan dengan kiasan, banyak didapatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian dikatakan Abu Hamzah sebagaimana dalam Fathul Bari.
12 HR. Al-Bukhari (4/241), Muslim (4/157), riwayat lain yang disebutkan di atas merupakan riwayat Muslim, Abu Dawud (1/334), Ad-Darimi (2/149 dan 150), Ahmad (2/255, 348, 346, 349, 368, 380, 519, 538). Riwayat yang kedua merupakan riwayat Ahmad, demikian pula Ad-Darimi.
13 Qatab adalah rahl (pelana). Dalam Al-Lisan disebutkan:(الْقِتْبُ) dan(الْقَتَبُ) adalah ikaf unta. Dalam Ash-Shihhah disebutkan maknanya adalah pelana kecil seukuran punuk unta. Dalam An-Nihayah: Qatab bagi unta sama dengan ikaf pada selain unta.
Makna hadits ini adalah hasungan bagi para istri untuk menaati suami mereka, dan sungguh tidak ada kelapangan bagi mereka untuk menolak ajakan suami mereka walau dalam keadaan yang demikian (di atas pelana). Bagaimana bila pada keadaan selainnya?
14 Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah (1/570), Ahmad (4/381), dari Abdullah ibnu Abi Aufa z, Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan Al-Hakim sebagaimana dalam At-Targhib (3/76), ia menyebutkan syahid hadits ini dari Zaid ibn Arqam z, dan Al-Hakim berkata (3/77), “Diriwayatkan Ath-Thabarani dengan sanad yang jayyid.”
Aku (Al-Albani) telah mentakhrij hadits ini dalam Ash-Shahihah (no. 173).
15 Dalam An-Nihayah: dakhil adalah tamu dan orang yang sekadar singgah/mampir.
16 HR. At-Tirmidzi (2/208), Ibnu Majah (1/621), Al-Haitsam bin Kulaib dalam Musnad-nya (5/167/1), Abul Hasan Ath-Thusi dalam Mukhtashar-nya (1/119/2), Abul Abbas Al-Asham dalam Majlisin minal Amali (3/1), Abu Abdillah Al-Qaththan dalam haditsnya dari Al-Hasan ibn Arafah (145/1), semuanya dari Ismail bin Iyasy dari Buhair ibn Sa’d Al-Kalla’i, dari Khalid ibn Ma’dan, dari Katsir ibn Murrah Al-Hadhrami, dari Mu’adz ibn Jabal z secara marfu’. Ath-Thusi berkata, “Hadits ini gharib hasan. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini, dan riwayat Ismail bin Iyasy dari orang-orang Syam (Syamiyin) baik.”
Aku (Al-Albani) katakan, “Maksudnya hadits ini termasuk riwayat Ismail dari orang-orang Syam.”
17 Yakni aku tidak mengurangi-ngurangi dalam menaatinya dan berkhidmat kepadanya.
18 HR Ibnu Abi Syaibah (7/47/1), Ibnu Sa’d (8/459), An-Nasa’i dalam Isyratun Nisa, Ahmad (4/341), Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (170/1) dari Zawaidnya, Al-Hakim (2/189), Al-Baihaqi (7/291), Al-Wahidi dalam Al-Wasith (1/161/2), Ibnu Asakir (16/31/1), sanadnya shahih sebagaimana kata Al-Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi. Berkata Al-Mundziri (3/74), “Diriwayatkan hadits ini oleh Ahmad dan An-Nasa’i dengan dua sanadnya yang jayyid.”
19 Hadits hasan atau shahih, hadits ini punya banyak jalan. Diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (169/2 –dari tartibnya), demikian pula Ibnu Hibban dalam Shahihnya dari hadits Abu Hurairah z sebagaimana dalam At-Targhib (3/73), Ahmad (no. 1661) dari Abdurrahman bin Auf z, Abu Nu’aim (6/308), dan Al-Jurjani (291) dari Anas bin Malik z.

http://asysyariah.com/untuk-suami-dan-istri-nasihat-dari-imam-al-albani/

Rabu, 24 September 2014

Audio Kajian UNTUKMU SEPERTI DARIMU ( Kiat Agar Hidup Lebih Nyaman )

Kajian Ilmiah Bondowoso 

Malam kamis, 30 Dzulqo'dah 1435 H/ Rabu, 24 September 2014


Bersama : Al Ustadz Abu Nasim Muhtar


Tema : UNTUKMU SEPERTI DARIMU ( Kiat Agar Hidup Lebih Nyaman )



UNTUKMU SEPERTI DARIMU ( Kiat Agar Hidup Lebih Nyaman )_30 Dzulqo'dah 1435 H



Sumber Rekaman WA Admin Radio Streaming Ahlussunnah
=== Diperbolehkan Menggandakan/mengcopy Degan tujuan Berda'wah, Bukan untuk tujuan komersil ===
:: Semoga Bermanfaat ::

بارك الله فيكم

Sabtu, 20 September 2014

Membina Keluarga Bahagia

بسم الله الر حمن الر حيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
 
Membina Keluarga Bahagia
Puji syukur atas nikmat Allah 'Azaa Wa Jalla yang selalu memberikan saya nikmat setiap saat.
 
Sedikit saya ingin ulas tentang apa yang telah saya dengar dan sedikit yang bisa saya ingat dari banyaknya ilmu di dalamnya.
Setiap manusia yang berakal akan selalu memimpikan pernikahan yang indah. Dan setelahnya menginginkan keluarganya bahagia. Wallahu A'lam
 
Suatu keluarga yang Sakinah,  Mawadah,  Wa rohmah. Di zaman yang sekarang ini sungguh bagi saya sangat sulit menemukan suatu keluarga yang di bangun di ATAS DASAR AGAMA dan SYAR'IAT ISLAM YANG SYAR'I.

Allah Subhanahu Wa Ta'alla telah menerangkan secara jelas di dalam firman Nya :

Ma’ruf
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bergaullah dengan mereka (para isteri) secara ma’ruf (baik/patut). ( Q.S Annisa 19)

Yakni ; hendaklah kalian bermusyawarah,  bermuawarah,  dan bermusahabah dengan istri - istri kalian dengan cara yang ma'ruf (patut ).

Dengan cara yang sesuai dengn bimbingan syar'iat atau yang berlangsung secara adab namun tidak bertentangan dengan syar'iat.
Untuk mewujudkan itu semua,  maka satu sama lain yaitu suami istri berkewajiban untuk menunaikan tanggung jawabnya. Suami istri mempunyai Hak dan Kewajiban masing - masing.

Semua itu harus di bangun di atas  beberapa dasar, di antaranya :

1. Al Ikhlas wal Intidal
Dengan melakukan kewajibannya dengan penuh keihklasan dan melaksanakan perintah agama,perintah Allah dan Rasul.

2. Ar-Riqku wa liin Warahmah
Melaksanakan tangggung jawab tadi dengan penuh rahmah,  penuh kasih sayang,  penuh kelembutan,  penuh kesantunan. Ini akan membuat semua menjadi indah. Tidak dengan kekerasan.
Rasulullah Shalallohu alaihi wa ahlihi was salam brrsabada dari 'Aisyah Radiallahu anha ;

إن الر فق لا يكو ن فى شي ء إ لا زا نه و لا ينز ع من شي ء إ لا شا نه

"Sesungguhnya kelembutan itu,  tidaklah terdapat pada sesuatu kecuali ia akan membaguskannya, dan tidaklah ia di hilangkan dari sesuatu kecuali ia akan menjelekannya." HR Muslim Dari Shohabiyah 'Aisyah Radhiallahu Anha.
 
Ketika sebuah amaliah Rumah Tangga semuanya akan indah (zein). Tetapi jika dengan kekerasan , penuh emosional,  tempramental atau watak yang kaku, sikap untun,  unus,  maka yang terjadi adalah kehancuran, keretakan rumah tangga. Allahul Musta'aan


3. Tafahum. As-safahum Baina Huma
    Sikap saling memahami antara suami dan istri. bagaiamana karakter,  watak,  apa yang di sukai, apa yang tidak di sukai,  kapan bisa marah,  kapan bisa bahagia.
Ini adalah ujian bagi suami istri untuk bisa menciptkan suasana yang romantis dan penuh kasih sayang ketika salah satu nya sedang marah atau mempunyai masalah. Untuk masalah ini lebih di tunjukan bagi suami harus benar - benar memahami istrinya, karena Rasulullah Shalallohu alaihi wa ahlihi was salam mensifati wanita sebagai ". Wanita yang kurang akal dan agamanya.

ما ر أيت من نا قصا ت عفا و د ين للب الر جا الحا ز م من إ حدا كن
 
"Aku tidak mengetahui dari kalangan yang KURANG AKAL dan AGAMANYA ada yang paling menggoyahkan AKAL SEORANG LAKI - LAKI TANGGUH daripada kalian ( WAHAI WANITA )." HR Bukhori Muslim

   Adapun beberapa hak seorang istri di antaranya :

a. Hakun Nafaqoh ( Hak untuk mendapatkan Nafkah )
   Yakni nafaqoh dzohiroh ( lahiriah ), untuk kebutuhan sehari - hari. Memberikan nafaqoh kepada istri jika di niatkan ikhlas itu merupakan nafaqoh yang paling afdol. Hadist Al Imam Muslim dalam shahih nya Rasulullah Shalaallohu alaihi wa ahlihi was salam dari  Abu Hurairah Rasulullah bersabda

دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ."

 

"Satu dinar yang kau sedekahkan di jalan Allah, untuk memerdekakan budak, untuk menyantuni orang miskin, dan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah satu dinar yang kamu sedekahkan untuk keluargamu (yaitu istri dan anak anakmu)."

Adapaun Hadist dari Bukhori Muslim.
Rasulullah Shalallohu alaihi wa ahlihi was salam bersabda:

"Tiadalah engkau menafkahkan sesuatu dengan mengharap pahala dari Allah maka engkau akan diberi pahalanya sampai apa yang engkau masukkan ke dalam mulut istrimu sendiri’.”

b. Hakun Tarbiyyah ( hak untuk mendapatkan pendidikan)
    Yakni Tarbiyyah Islamiah,  Ahlak,  Adab dan ilmu agambya yang lainnya. targetnya adalah selamat dari siska neraka yang telah di jelaskan di dalam Firman Allah ;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

 
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim:6)

c. Hak istri dan anak ialah sang suami harus bisa menciptkan suasana SAMAWAH.
 
 
Adapun prinsip yang harus di miliki oleh suami istri di antaranya ;

1. Al Mudhahakah ( Tersenyum )
    prinsip ini wajib bagi keduanya untuk bisa membuat suasana yang bahagia,  tenang,  dan tidak terjadi apa apa ketika mendapatkan musibah atau masalah.
Terkadang kita bisa menjadi seorang kekasih,  teman dan bahkan orang tua nya.

2. Al Musabaqoh ( Berlomba - lomba )
   Ini menceritkan ketika setiap nabi melakukan safar nya selalu mengundi para istrinya. Dan Aisyah Radiallahu anha selalu yang menemani safar nya. ketika di perjalan nabi mengajak tuk berlomba lari. Coba di bayangkan suasana yang tejadi saat itu ya jelas bahagia. Wallahu 'Alam

3. Mula'abah

   Bermain - main antara suami istri dimana keadaan itu bertujuan untuk menambah keakraban hubungan dan ke eratan hubungan.
Tahap tahapnya ;
* Qublah
* Al masu lisan
* Al mula'abah

Faidah yang di ambil  ketika seorang bisa mengamalkan al mula'abah adalah hubungannya benar benar sakinah mawardah dan warahmah.  Wallahu alam

4. Mujama'ah, Mubasyarah,  Muthoja'ah.
Nassalullaha asSalamah wal afiah
Al Ustadz Abu 'Abdillah Muhammad Afifudin As Sidawy

Akhukunn Fillah
Adiba Shakila Atmarini Bintu 'Ukasyah Fii Qolby

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Kamis, 18 September 2014

Catatan Ta'lim, Kamis 18 sept 2014, Limo Depok. "Pembahasan: DARUL MAR'AH FI ISLAHIL MUJTAMA"

Catatan Ta'lim (via streaming)
Kamis 18 sept 2014, Limo Depok.

Ustadzah Ummu Ishaq Al Atsariyyah
 
Pembahasan: DARUL MAR'AH FI ISLAHIL MUJTAMA
kary Al Imam Asy-Syaikh Muhammad ibnu Shaleh al Ustaimin rahimahullah

Peran perempuan didalam memperbaiki masyarakatnya. kalau rusak perempuan maka rusak pula masyarakatnya. bila baik perempuannya maka baik pula masyarakatnya.  

Perbaikan masyarakat ada 2 macam: 

1. perbaikan secara dzahir (tampak kelihatan)
yaitu perbaiki pasar, masjid, dan yg selainnya dari perkara-perkara yg dzahir. Dan yng dominan keluar di bagian ini adalah laki-laki. 

2. perbaikan masyarakat dari belakang tembok (dari dalam)
Ini dilakukan dari dalam rumah. Seorang wanita mengurus anak dan suaminya dari dalam rumahnya. Dan yang dominan disisi ini adalah perempuan. Karena wanita itu adalah nyonya rumah. 

Allah subhanahu wata'ala berfirman yang IA tujukan kpd istri-istri Nabi dalam Al Qur'an Surat Al-Ahzab 32-33:

"Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah sama seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada  penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyyah yang dahulu. Tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian dengan  sebersih-bersihnya."    

Allah berfirman kpd istri Nabi:  "Tetaplah kalian dirumah-rumah kalian."
Walaupun sasarannya adalah istri-istri nabi namun pada hakekatnya untuk seluruh muslimah. Jika seorang istri nabi saja diperintahkan untuk didalam rumah mk apalagi untuk kaum muslimah lainnya."


⛔Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,


لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ


"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan (melaknat) wanita yang menyerupai lelaki.”
(HR. al-Bukhari no. 5885)



Anak Adam kebanyakan perempuan. Secara umum jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Bisa jadi di suatu negri lebih banyak laki-lakinya daripada perempuan.  

Seorang perempuan utk bisa menjadi seseorang yang  bisa memperbaiki masyarakat harus ada beberapa faktor pendukung.   Asy-Syaikh Utsaimin menyebutkan faktor pendukung yang harus ada pada wanita yg bisa memperbaiki masyarakat
(masyarakat disini maksudnya adalah keluarga kita):

Kesolehan si perempuan
Abdullah bin Amr bin al Ash radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:


الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan-perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.”
(HR. Muslim no. 1467)


Sebaik-baik pembendaharaan seorang laki-laki adalah istri yang sholehah. Wajib bagi seorang wanita yg ingin mperbaiki masyarakatnya adalah menjadi seorang solehah agar ia menjadi panutan bagi keluarganya, dan bagi perempuan yg lain.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: 

"Dan seorang wanita tidak akan sampai kepada kesolehan selain dengan ilmu, yaitu belajar ilmu syar'i."
 
Belajar atau menuntut ilmu dari gurunya, atau dari kitab-kitab para Ulama, dari lisan para Ulama yaitu duduk dihadapan para ulama baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan yaitu ulama ahlussunnah yang lurus diatas Al Quran dan Sunnah (karena di negeri kita tdk ada ulama, maka duduk bermajelis di hadapan  ustadz/ustadzah).  
Jangan mudah belajar kepada sembarangan ulama atau ustadz. Mencari dan belajarlah kepada asatidzah yang selamat. Istiqomahlah engkau dalam hal ini.  
Terkadang kita tidak terasa terhempas dari sunnah karena menggampangkan sesuatu.
Orang-orang yg ingin al haq maka Allah akan tunjukkan jalan al haq. Yang jadi masalah adalah apakah ia mau mencari al haq atau diam saja.  
Belajar ini adalah kebutuhan kita. bukan karena paksaan. Sebagaimana kebutuhan kita pada makan dan minum.
Ummahat harus terus belajar.
Sampai kapan??
Sampai mati.  


Imam Ahmad mengatakan bahwa belajar ilmu adalah solat yg rahasia.  
Dengan ilmu seorang wanita mencapai kebaikan. Ia harus mempunyai perhatian terhadap ilmu.  

Kemampuan untuk menerangkan dan kepandaian berbicara.
Seorang wanita menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Lisannya harus lurus. Maksudnya jelas kalimatnya. Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kalau bicara itu pelan-pelan namun tidak membosankan)
Menerangkan apa yang perlu ia terangkan.  Bisa mengungkapkan apa yang ada didalam kalbunya.  

Memiliki sifat Hikmah
hikmah ini menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Ia tidak serampangan didalam beraksi. Termasuk nikmat Allah subhanahu wata'ala kepada seorang hamba adalah bila Allah beri sifat Hikmah.   

"Allah menganugerahkan kefahaman (Al-Hikmah) kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa dianugerahi al-hikmah itu, maka dia benar-benar telah dianugerahi kebaikan yang banyak.”
 (Al-Baqarah: 269)  

ika seseorang tdk memiliki hikmah, maka ia banyak luput dari kebaikan. Gambaran hikmah adalah ia tahu kepada siapa ia berhadapan. Jika ia berhadapan dgn anak kecil, ia tahu bagaimana ia bermuamalah dgn anak kecil. Jika ia berhadapan dengan orangtua, ia tahu bgmn bermuamalah dengan orang yang lebih tua.

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah contoh yang memiliki hikmah yang tinggi.
Diantaranya disebutkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullaah:

A. ketika ada seorang arab badui kencing di masjid.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Tatkala kami dimasjid bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang seorang A’rabi  (Arab dusun) kencing di masjid, maka para sahabat menghardiknya, “Mah mah (yaitu pergi/tinggalkan)”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jangan kalian hardik, biarkan dia (jangan putus kencingnya)”. 
 
Para sahabat membiarkan A’robi  tersebut untuk menunaikan kencingnya, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sesungguhnya masjid-masjid tidak boleh untuk kencing, tetapi dipergunakan untuk berdzikir kepada Allah, shalat dan membaca Al Qur’an”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat-sahabatnya, “Sungguh kalian diutus untuk memudahkan dan tidak untuk menyulitkan, guyurlah air kencing tadi dengan satu ember air”.
A’rabi  itu berkata, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engkau rahmati selain kami”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sungguh engkau telah mempersempit perkara yang luas.”
(Muttafaqun ‘alaihi)


Hikmah dari hadits ini adalah: 
 
- Sahabat itu orang yang ghirah kepada sesuatu dan memiliki kecemburun kepada kemungkaran. Kita tidak boleh mendiamkan kemungkaran dan mengingkari pelaku kemungkaran. ingkari dengan tangan kalau tidak bisa dengan lisan dan dengan hati..   tetapi kalau bersegera menghilangkan kemungkaran tadi akan  mendatangkan kemungkaran yg lebih besar,  maka ditahan dulu,  hingga hilang kemungkaran yg lebih besar itu.  
-  Nabi membiarkan kemungkaran yang dilakukan oleh aroby (kencing didalam masjid) untuk menolak kemungkaran yg lebih besar (yaitu si Aroby menghadap orang2 dlm keadaan auratnya terbuka atau si aroby pindah tempat dalam keadaan kencingnya tercecer dan bila ditahan pipisnya  akan mgenai celananya  shg meinggalkan  najis di celananya atau bila ditahan pipisnya akan mengakibatkan kesakitan bagi si aroby)
- Nabi bersegera menghilangkan kerusakan karena kalau didiamkan akan timbul kerusakan-kerudakan yg lain yaitu ketika si aroby selesai kencing maka langsung menyuruh sahabat untuk menyiram. Nabi pernah dikencingi anak kecil ketika sdg memangku anak kecil. Mereka adalah anak-anak para sahabatnya. Ketika dikencingi anak perempuan mk beliau mencuci pakaian yg terkena kencing. Karena kencing anak perempuan lebih berat daripada kencing anak laki-laki. Sedangkan kencing anak laki-laki hanya cukup di cipratkan air.
-  Nabi mengajarkan kpd Aroby bahwa Masjid itu dibangun untuk dzikrullah, untuk beribadah kepada Allah  dan bukan untuk dikotori, bukan untuk berjualan dan bukan untuk mengumumkan barang hilang.
- Seseorang kalau berbicara dgn hikmah kepada orang lain dengan kelembutan, ia akan dapatkan hasil yang lebih besar daripada ia memakai cara kekerasan.

B. Contoh yang kedua adalah :  
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata

, بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم« هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »


“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?”
Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?”
Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?”
Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.
Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Di mana orang yang bertanya tadi?”
Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.”
Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.”
( HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111. )

C. Seseorang yg bersin didalam solat.
Dari Mu’awiyah bin Al-Hakam ‘Aisyah-Sulami radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Tatkala aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seseorang yang shalat itu bersin. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu mendoakan, “Semoga Allah merahmatimu”.
Orang-orang yang shalat melihat kepadaku dalam rangka mengingkari.
Mu’awiyah mengatakan kepada mereka, “Kenapa kalian melihatku begitu?”
Orang-orang yang shalat memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka dengan tujuan supaya diam, maka Muawiyah pun diam tatkala mereka diam sampai selesai shalat.
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Demi ibu bapakku, aku tidak pernah melihat seorang pengajar sebelum atau sesudahnya yang paling baik pengajarannya dibanding beliau, maka demi Allah, beliau tidak memojokkan aku, tidak memukulku dan tidak mencelaku”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya shalat ini tidak boleh sesuatu pun padanya yang berupa ucapan manusia, tetapi shalat itu tasbih, takbir dan membaca Al-Qur’an”.
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru lepas dari masa jahiliyah, dan Allah datangkan Islam. Dan sesungguhnya ada di antara kami orang-orang yang mendatangi dukun yang mereka mengakui ilmu ghaib”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kamu mendatangi mereka!!” 

Mua’wiyah radhiyallahu ‘anhu, “Dan di antara kami ada orang-orang yang ber-tathayur (menganggap sial dengan sesuatu).”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Itu adalah sesuatu yang didapatkan pada dada-dada mereka, maka jangan sampai menghalangi mereka dari tujuan-tujuan mereka, karena yang demikian itu tidak berpengaruh, tidak mendatangkan manfaat mau pun mudharat.”
(HR. Muslim)

D. Ada seseorang memakai cincin dari emas
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah melihat cincin dari emas di tangan seorang laki-laki. Maka beliau melepaskan dan membuang cincin tersebut kemudian bersabda: ”adakah salah seorang di antara kalian yang mengenyengaja dengan sepotong bara  api dari neraka kemudian memakaikan-Nya di tanganya?”
kemudian ada yang berkata  kepada laki-laki tersebut: ” Ambilah cincinmu dan manfaatkan-lah.”
Dia menjawab: ”Tidak, demi  Allah saya tidak akan mengambilnya selama-lamanya karena Rasullullah tekah melemparnya.”
[HR Muslim]
Rasulullah langsung mengambil cincinnya dan melemparnya, karena orang ini sudah tahu hukum memakai cincin emas namun ia memakai lagi. Maka dari sini ada hikmahnya bahwa seseorang yang sudah memiliki ilmu maka rasul memperlakukan ketegasan.

Tahu bagaimana mentarbiyyah/mendidik anak-anaknya.
Seorang ibu tdk terlepas dari peran mentarbiyah anak-anaknya. mk dari itu seorang laki-laki harus perhatian dalam mencari calon istri. harus yang bagus akhlaq dan ilmunya karena ia akan menjadi pendidik bagi anak-anaknya.

Semoga Bermanfaat..
Mohon maaf apabila ada ketidak sempurnaan dalam penulisan yaa...
baarakallahu fiikunna


Muslimah mms

Sabtu, 13 September 2014

TADABBUR SURAT ANNISAA’ AYAT 19 (BIMBINGAN BAGI PARA SUAMI)


Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka (para isteri) secara ma’ruf (baik/patut). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak (Q.S an-Nisaa’:19)
Pembahasan terkait ayat ini mencakup:
  1. Kebiasaan jahiliyyah dahulu, jika seseorang meninggal, istrinya juga diwarisi oleh ahli warisnya.
  2. Tidak boleh menyusahkan istri agar ia melakukan khulu’, kecuali jika istri melakukan perbuatan keji
  3. Mempergauli istri secara baik (ma’ruf)
  4. Jangan terburu menceraikan istri jika kita sudah tidak menyukainya lagi
Kebiasaaan Jahiliyyah Terdahulu: Mewarisi Istri
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan jalan paksa
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma menjelaskan:
كَانُوا إِذَا مَاتَ الرَّجُلُ كَانَ أَوْلِيَاؤُهُ أَحَقَّ بِامْرَأَتِهِ إِنْ شَاءَ بَعْضُهُمْ تَزَوَّجَهَا وَإِنْ شَاءُوا زَوَّجُوهَا وَإِنْ شَاءُوا لَمْ يُزَوِّجُوهَا فَهُمْ أَحَقُّ بِهَا مِنْ أَهْلِهَا فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي ذَلِكَ
Dulu (di masa Jahiliyyah) jika seorang laki-laki meninggal, maka para ahli waris laki-laki itu adalah orang yang paling berhak terhadap istrinya. Jika ahli waris itu mau, sebagian menikahinya dan jika mereka mau mereka menikahkannya (dan bagi mereka mahar wanita itu), dan jika mereka mau mereka (menahan) tidak menikahkannya (hingga sang perempuan terpaksa menyerahkan sebagian harta agar bisa menikah atau hingga meninggal dan mewarisi hartanya). Para ahli waris laki-laki itu lebih berhak terhadap istri yang ditinggalkan dibandingkan wali wanita itu. Hingga kemudian Allah turunkan ayat ini (hadits riwayat al-Bukhari).
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada masa Jahiliyyah jika seorang istri meninggal, maka kerabat/ ahli waris suami lebih berhak baginya. Berbeda dengan aturan Islam selanjutnya (yang menghapus hukum jahiliyyah tersebut), bahwa jika suami meninggal, maka istri akan kembali kepada para walinya sebagaimana keadaan ketika ia belum bersuami. Ada hal-hal di masa Jahiliyyah yang dihapuskan dan dibatalkan oleh Islam dan ada pula yang tetap dibiarkan berjalan dan disempurnakan. Aturan di masa Jahiliyyah yang dibiarkan tetap ada dalam Islam contohnya adalah aturan perwalian, bahwa seorang wanita yang akan menikah harus berdasarkan persetujuan walinya (disarikan dari transkrip ceramah Syarh Sunan Abi Dawud).
Tidak Boleh Menyusahkan Istri agar Ia Melakukan Khulu’, Kecuali Jika Istri Melakukan Perbuatan Keji
وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata
Seorang suami yang sudah tidak ingin bersama istrinya lagi tidak boleh menyengaja menimbulkan kesempitan dan kemudharatan bagi istri dengan tujuan agar istri tidak tahan dan kemudian melakukan khulu’ (lepas dari ikatan pernikahan dan istri menyerahkan tebusan mahar yang telah diberikan suami). Demikian dijelaskan oleh Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini (disarikan dari Tafsir atThobary).
Dalam ayat yang lain Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَاراً لِتَعْتَدُوا
Dan janganlah kalian menahan mereka (para istri) dengan memberikan kemudharatan agar kalian melampaui batas (terhadap mereka)…(Q.S
Jika seorang suami diketahui secara pasti dan meyakinkan bahwa ia telah melakukan upaya untuk menyengsarakan istri hingga terpaksa istri menggugat ke pengadilan agar pernikahan terputus (khulu’), maka sang suami tidak berhak mendapatkan tebusan. Hakim akan memaksa suami untuk menceraikan istrinya tanpa ada tebusan bagi suami.
Kecuali jika istri melakukan perbuatan keji seperti zina, maka suami boleh untuk menimbulkan mudharat kepadanya dengan tujuan istri menggugat putusnya pernikahan (khulu’) dan menyerahkan tebusan (senilai maksimal mahar yang diberikan suami).
Mempergauli Istri Secara Ma’ruf
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bergaullah dengan mereka (para isteri) secara ma’ruf (baik/patut).
Kewajiban suami terhadap istri di antaranya adalah:
  1. Memberikan tempat tinggal, makanan, pakaian yang layak (baik) sesuai kemampuan suami. Memberikan nafkah lahir: kecukupan finansial.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ
Berikanlah tempat tinggal bagi mereka sebagaimana kalian bertempat tinggal sesuai kemampuan kalian…(Q.S atTholaq:6)
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Maka bertakwalah kalian kepada Allah dalam hal wanita (para istri kalian). Karena sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian halalkan farji (kemaluan) mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah tidak boleh ada seorang yang kalian benci menyentuh ranjang kalian. Jika ia melakukannya, maka pukullah dengan pukulan yang tidak melukai/ sangat menyakitkan. Sedangkan hak mereka atas kalian adalah kalian beri nafkah dan pakaian mereka secara ma’ruf (H.R Muslim)
  1. Membimbing dan mengajarkan ilmu dan adab Islam yang wajib diketahui istri. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar sesuai syariat Islam dalam keluarga.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا…
Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari anNaar (api neraka)…(Q.S atTahriim:6)
Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu menjelaskan makna ‘menjaga keluarga kita dari adzab neraka’ adalah dengan mengajari ilmu dan membimbing adab Islam kepada mereka (Tafsir atThobary).
Bagian dari upaya menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka adalah dengan sikap siap diingatkan dan diluruskan jika bertentangan dengan ajaran Islam. Karena kita seharusnya ingin agar kehidupan keluarga kita berjalan di atas tuntunan alQuran dan Sunnah Nabi shollallahu alaihi wasallam dengan pemahaman para Sahabat Nabi.
  1. Memberikan nafkah batin, paling tidak sekali dalam 4 bulan jika istri memintanya(kisah percakapan Umar dengan puterinya Hafshah, dan pendapat yang dipilih al-Imam Ahmad).
  2. Tidak memukul dengan pukulan yang melukai atau memukul wajah.
  3. Tidak boleh mendiamkan (tidak mengajak bicara) dan menjauhi istri kecuali dalam rumah saja, dan itupun maksimal hanya 3 hari.
  4. Tidak boleh menjelek-jelekkannya.
عَنْ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَقُّ الْمَرْأَةِ عَلَى الزَّوْجِ قَالَ أَنْ يُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمَ وَأَنْ يَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَى وَلَا يَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا يُقَبِّحْ وَلَا يَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
dari Hakim bin Muawiyah dari ayahnya bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam: Apa hak wanita terhadap suaminya? Nabi bersabda: engkau beri ia makan jika iamakan, memberikan padanya pakaian saat ia butuh pakaian, dan janganlah memukul wajah, jangan menjelek-jelekkannya, dan jangan meninggalkan/ mendiamkannya kecuali di dalam rumah (saja)(H.R Ibnu Majah, dishahihkan Ibnu Hibban dan al-Albany)
  1. Jika memiliki lebih dari satu istri bersikap adil terhadap pembagian nafkah lahir dan giliran menginap di tempat tinggal mereka.
  2. Memperlakukan istri sebagaimana dirinya suka diperlakukan demikian.
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan bagi mereka (para istri) berhak mendapatkan perlakuan yang baik (ma’ruf) sebagaimana kewajibannya (untuk bersikap baik)(Q.S al-Baqoroh:228).
Tidak bersikeras menuntut haknya sebagai suami dan melupakan kewajiban. Semoga kita tidak menjadi kelompok al-Muthoffifiin (orang yang curang dalam ‘timbangan’: giliran haknya dikurangi ia marah besar, saat hak orang lain harus ditunaikan, ia kurangi).
  1. Tidak membebani istri dengan hal-hal yang memberatkannya atau di luar kemampuannya. Membantunya jika tidak menyulitkan.
  2. Bersikap lapang dada, mudah memaafkan, dan sabar terhadap kekurangan duniawi yang ada pada istri.
  3. Menjadi teman dan sahabat yang menyenangkan bagi istri, pendengar setia. Sebagaimana Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sangat sabar mendengarkan cerita Aisyah yang sangat panjang.
  4. Menutupi aib/ kekurangan istri.
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami) dan kalian (para suami) adalah pakaian bagi mereka (para istri)(Q.S al-Baqoroh:187)
Jangan Terburu Menceraikan Istri Jika Sudah Tidak Menyukainya Lagi
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak
Mungkin seorang suami sudah tidak menyukai istrinya lagi. Berjalan waktu perasaan terasa hambar. Ketertarikan fisik tidak seperti dulu lagi. Tapi hendaknya suami bersabar jika mendapati hal itu. Bisa jadi ada hal-hal terbaik yang Allah persiapkan untuknya melalui kebersamaannya dengan istri tersebut. Salah satu kebaikan yang banyak yang bisa didapatkan adalah lahirnya anak yang sholeh/ sholehah, sebagaimana dijelaskan para Ulama’ tafsir.
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin wanita (istrinya), bisa jadi ia membenci suatu perangai darinya, tapi ia menyukai perangai yang lain (H.R Muslim)
Perceraian adalah sesuatu hal yang secara asal dibenci oleh Allah dan disukai oleh Iblis. Bahkan Iblis dan bara tentaranya sangat berusaha agar bisa memisahkan suami muslim dengan istrinya.
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ
Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian mengutus bala tentara-bala tentaranya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling bisa menimbulkan fitnah. Sebagian tentara Iblis itu datang kemudian berkata: saya telah berbuat demikian dan demikian. Iblis mengatakan: Kamu belum berbuat apa-apa. Kemudian datang tentara Iblis yang lain dan mengatakan: saya tidaklah meninggalkan ia (manusia) kecuali aku pisahkan antara ia dengan istrinya. Iblis kemudian mendekatkan kedudukan tentara itu dan mengatakan : Engkau adalah yang terbaik (H.R Muslim)
<< Materi kajian di masjid atTaqwa Perum YTL Paiton pada 1 Dzulqa’dah 1435 H/ 26 Agustus 2014 ba’da Maghrib >>

Minggu, 07 September 2014

Tanya jawab aqidah (15 & 16) - Apakah perbedaan tauhid rububiyyah - tauhid uluhiyyah dan jenis ibadah apa yang tidak boleh dikerjakan melainkan hanya karena Allah Ta'ala

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-15:
Apakah perbedaan antara tauhid rububiyyah dengan tauhid uluhiyyah?
Jawab:
Tauhid rububiyyah berkaitan dengan perbuatan Ar-Rabb, seperti menciptakan, memberi rizqi, menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dan mengatur urusan makhluq. Tauhid uluhiyyah berkaitan dengan perbuatan hamba, seperti berdoa, rasa takut dan berharap kepada Allah, bertawakkal, kembali, cemas dan berharap, bernadzar, beristighatsah, dan selainnya dari macam-macam ibadah.
Pertanyaan ke-16:
Jenis ibadah apa yang tidak boleh dikerjakan melainkan hanya karena Allah Ta'ala?
Jawab:
Diantara jenis-jenis ibadah tersebut adalah berdoa, meminta pertolongan, beristighotsah, menyembelih kurban, bernadzar, takut dan berharap, bertawakkal, kembali, rasa cinta dan takut, berharap dan cemas, bersembahyang, ruku', sujud, khusyu', tunduk, pengagungan, yang mana hal ini merupakan kekhususan dari uluhiyyah Allah Ta'ala.
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan
 

Sabtu, 06 September 2014

Tanya jawab aqidah (13 & 14) - Apa dalil tentang kenabian Muhammad dan apa tujuan Allah Ta'ala mengutus nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam

ASY-SYAIKH  MUHAMMAD BIN ABDULWAHHAB AL-WUSHABI HAFIDZAHULLAH
Pertanyaan ke-13:
Apa dalil tentang kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?
Jawab:
Dalil tentang kenabian beliau adalah firman Allah Ta'ala: 
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS: Al-Ahzab Ayat: 40)
Dan ayat-ayat ini menunjukkan bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang nabi, dan merupakan penutup para nabi.
Pertanyaan ke-14:
Apa tujuan Allah Ta'ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam?
Jawab:
Agar manusia beribadah kepada Allah Ta'ala semata dan tidak menyekutukannya. Dan agar manusia tidak menjadikan sesembahan yang lain bersama Allah, dan melarang mereka dari beribadah kepada para makhluq seperti para malaikat, para nabi, orang-orang shaleh, bebatuan maupun pepohonan.
Sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala: 
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS: Al-Anbiyaa Ayat: 25)
Dan firman Allah Ta'ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS: An-Nahl Ayat: 36)
Dan juga firman Allah Ta'ala:
وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَٰنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ
Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?" (QS: Az-Zukhruf Ayat: 45)
Dan firman Allah Ta'ala:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS: Adz-Dzaariyat Ayat: 56)
Yang  dengannya kita mengetahui bahwa tidaklah Allah Azza wa Jalla menciptakan para makhluq-Nya melainkan untuk beribadah kepadanya dan mentauhidkannya. Sehingga Allah Azza wa Jalla mengutus para rasul-Nya kepada hamba-hamba-Nya untuk memerintahkan mereka kepada hal ini.
Diterjemahkan dari kitab Dalail At Tauhid 
karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Wushabi hafidzahullah
Alih bahasa:
Abduaziz Bantul
Ma'had Ibnul Qayyim Balikpapan
 

Jumat, 05 September 2014

Silsilah bid'ah thaharah (8) - Bolehkah saat membasuh wajah (wudhu) membaca Allahumma bayyidh wajhi kama bayyadhta wujuuhan wa kama sawwadta wujuuhan, Allahummaj'alni asyrabu min maa-il jannah...sampai akhir ucapan

سلسلة أنواع بدع الطهارة
هل يجوز للمسلم إذا توضأ فغسل وجهه أن يقول : اللهم بيِّض وجهي كما بيضت وجوهًا وكما سوَّدت وجوهًا، اللهم اجعلني أشرب من ماء الجنة . . . إلخ ؟
الجواب: لا يُقال هذا الدعاء عند غسل الوجه؛ لأنه لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، والنبي عليه الصلاة والسلام يقول: ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه؛ فهو ردٌّ ) رواه البخاري، ويقول: ( من عمل عملاً ليس عليه أمرنا؛ فهو ردٌّ ) رواه البخاري ، ولم يكن النبي صلى الله عليه وسلم يدعو عند غسل وجهه، إنما كان يقول عند بداية الوضوء: " بسم الله " ، وعند نهايته: ( أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله ), والحكمة في ذلك – والله أعلم – أنه يجمع بين الطهورين : الطهور بالماء من الحدث الأصغر والأكبر، وهي الطهارة من الحديث الحسيّ، وذلك بالماء، ويأتي بالشهادتين للطهارة من الشرك، فيجمع إذًا بين الطهارتين: الطهارة من الحدث والطهارة من الشرك، هذا هي الحكمة، والله أعلم، أما ما عدا ذلك؛ فلا يقال أدعية أثناء الوضوء؛ لأنه لم يثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم.
المنتقى من فتاوى الشيخ الفوزان -2/34
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Apakah dibolehkan bagi seorang muslim apabila berwudhu lalu membasuh wajahnya seraya mengucapkan: Allahumma bayyidh wajhi kama bayyadhta wujuuhan wa kama sawwadta wujuuhan, Allahummaj'alni asyrabu min maa-il jannah...sampai akhir ucapan?
Jawab:
Tidak diucapkan do'a ini di saat membasuh wajah; karena tidak diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengada-adakan di dalam urusan kami perkara yg tidak ada bagian darinya, maka ia tertolak", riwayat Bukhari. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah berdo'a di saat membasuh wajahnya. Hanya saja beliau mengucapkan di permulaan wudhu': "bismillah". Dan di penghujungnya: "Asyhadu an laailaahaillallah wahdahu laa syariikalahu wa asyhafu anna muhammadan 'abduhu wa rusuuluhu". Dan hikmah dalam hal (wudhu') tersebut -wallahu a'lam- bahwasanya ia mengumpulkan dua kesucian; yaitu, kesucian dengan air dari hadats kecil dan besar, maksudnya kesucian dari hadats secara hissiy (indrawi). Dan (kesucian) itu dengan air. Dan mendatangkan 2 kalimat syahadat guna membersihkan dari syirik. Maka terkumpul kalau begitu diantara 2 kesucian; yaitu, kesucian dari hadats dan kesucian dari syirik. Ini adalah hikmah. Wallahu a'lam. Adapun selain itu, maka tidak diucapkan do'a-do'a di saat berwudhu', karena tidak tetap dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Al Muntaqa min Fatawa Asy Syaikh Al Fauzan 2/34
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy hafizhahullah
 

Rabu, 03 September 2014

درر من أقوال محدث الديار اليمنية

درر من أقوال محدث الديار اليمنية
الإمام/ مقبل بن هادي الوادعي – رحمه الله -
            1
الأثر : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : أركان الحزبية ثلاثة :
1. التلبيس .
2. والخداع .
3. والكذب .
           2
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( ولقد مات النظّام وأبو الهُذيل وغيرهما من أعداء السنّة ، وبقيت سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم بيضاء صافية لم يضرها سخريتهم ، وسيموت أعداء السنة المعاصرون وتبقى سنة رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم ، لأن الله تضمّن بحفظها ، فقال :{إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
            3
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( ما دخلت السنّة بلداً إلا هربت البدعة ولها ضراط ).
          4
الأثر : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( لو أعطيت مليوناً في كلّ شهر على أن أترك طلب العلم ما قبلت ، بل لو أعطيت ملئ هذا المسجد ذهبا لما قبلت ) .
         5
الأثر : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( إذا سمعت رجلاً يقول : ذاك وهّابي ، فاعلم أنه أحد رجلين : إما خبيث مُخْبث ، وإما جاهل لا يعرف كوعه من بوعه ) .
          6
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( فنحن نقول لكم ونقول لهم : لا نريد من أحدٍ أن ينتخبنا ، نحن إن شاء الله ننتخب من أحاديث رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم كما كان العلماء ينتخبون ، ولا نريد ملكاً ولا رئاسة ، وقد قلنا غير مرّة : لو دعانا رئيس الدولة وقال : تفضلوا للرئاسة ، لقلنا : عياذا بالله ، وما نراك ناصحا لنا ، نحن لا نريد الرئاسة ، ولا نريد الوزارة ، ولا نريد أن ندعو الناس إلى أن يتّبعونا ، ولا نريد أن نؤسّس حزبا ، لكن نريد أن ندعو إلى كتاب الله وإلى سنة رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم ).
          7
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( وليس لدينا وقت للمدافعة عن أنفسنا ، لكن عن السنة لو تعاضضنا بالضروس فلا نترك أحدا يتكلم في سنة رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم سواء أكان شيعيا أو صوفيا أو من الإخوان المسلمين ، فنحن فداء للسنّة وأعراضنا فداء للسنة ) .
          8
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( ما أحسن العلم ! أحسن من الذهب والورق ، وأحسن من النساء الجميلات ، وأحسن من الملك ).
ويقول ( إن شاء الله نطلب العلم حتى نموت ) .
           9
الأثر : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( سنّة رسول الله صلى الله عليه وسلم لن نتركها ولو تعاضضنا بالأسنان ) .
          10
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( الكِبر من أعظم الصوارف عن الخير ، قال تعالى : {سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ }، والمتكبّر مبغوض لدى الناس ولو كال لهم الذهب بالزنبيل كيلاً ) .
        11
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( يا أبنائي لو كان العلم يسقى في كأس لأسقيتموه ، ولكن لا يتحصّل عليه إلا بكد وحكِ الركب ، وقد قال يحيى بن أبي كثير لولده عبد الله : لا يستطاع العلم براحة الجسد ) .
         12
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( إن التعاون مع أهل البدع هو الذي ميّع الدعوة ، وهو الذي جعل أفغانستان مجزرة المسلمين بسبب أنهم كانوا خليطا ، فهذا حزبي وهذا صوفي وهذا إخواني ، فلابد من تميّز وابتعاد عن كلّ مبتدع ، فالذي ننصح به هو الابتعاد عنهم فهم من ذوي الزيغ ، كما قال أبو قلابة : ( لا تجالسوا أهل الأهواء والبدع ، فإني لا آمن أن يغمسوكم في ضلالهم ويلبسوا عليكم بغض ما تعرضون ) .
        13
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( أنصح للدعاة إلى الله أن تتّحد كلمتهم ودعوتهم .. وذلك لا يكون إلا تحت ظل الكتاب والسنّة .. فلا ذاك إخواني .. ولا ذاك تبليغي .. ولا ذاك شيعي .. فقد أصبحت هذه الألقاب بدعة بالية .. والبدعة البالية تكون في غاية الخزي والدّبور بخلاف الكتاب والسنّة فهما يتجدّدان على مدى الأزمان ) .
        14
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( وإني أحمد الله سبحانه وتعالى فقد أصبح التشيّع مزعزعاً في اليمن بركة من الله سبحانه وتعالى ، بدعة لها أكثر من ألف سنة ثم بعد ذلك تنهار في مدّة خمس سنوات !! سبحان الله ، كان يظنّ الظّان أن يبقى يدافع أهلها أقلّ شيء نحو ثلاثين سنة .. أربعين سنة ، هم الآن في آخر أنفاسهم والحمد لله بعد أيام ما تجدون في اليمن إلا سنة رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم ) .
        15
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( والواقع أننا لسنا في تطوّر وأننا في تدهور ، ويا حبّذا لو رجعنا إلى عصر الصحابة ذلك . مرحباً بالجوع ، و الله مرحبا بالجوع ، كِسرة من الخبز تشرب عليها لبناً أو تمراتٍ تخرج وأنت عزيز ) .
        16
الأثر : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله – وهو يرد على أحد العصريين : ( ولو كانت المسالة تتعلق بشخصي لما رددت عليه ، فمن أنا حتى أضيّع الوقت في الدفاع عن نفسي !؟ ولكن المسألة فيها هجوم على كتب العلل من كثير من العصريين ، واستخفاف بعلماء الحديث الأقدمين ، فلذلك استعنت بالله وتركت بعض مشاريعي من أجل الردّ ) .
        17
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( دعوة أهل السنّة تعتبر آية من آيات الله والفضل لله وحده ، ليس لها من يذود عنها ، وليس لها من يساعدها ، لكن ربنا جعل البركة فيها ) .
        18
الأثر  : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( أما دعوة أهل السنة فهم يهتمون بالعلم والتعليم ، وينكرون كل بدعة ، فنحن الآن ننكر البدع والحزبية ، لكن لا نكفّر مسلما ، أنا أتحدّى من يقول : إن أهل السنة أو إنني وعلماء السنة الأفاضل يكفرون مسلما ) .
        19
الأثر (19) : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( لابد أن تشعر يا طالب العلم أنك لست ملكا لنفسك بل ملك لطلب العلم ، ومسؤوليتك أكبر من مسؤولية وزير الداخلية ، وتحصل لطالب العلم راحة وطمأنينة لا يتحصّل عليها الملوك ) .
        20
الأثر : قال الشيخ مقبل الوادعي – رحمه الله : ( والذي أنصح به إخواننا الأفاضل من أهل بيت النبوة أن يحمدوا الله فإننا ندعوهم إلى التمسّك بسنة جدّهم ، ولا نقول لهم : تمسّكوا بسنّة جدّنا ، فمن نحن ولا نستحق أن ندعو إلى التمسّك بسنّتنا ، ولا بسنّة أجدادنا ، لكن نقول لهم : تعالوا حتى نتمسّك بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي هو جدّكم ، ويعتبر شرفاً لكم ) .
ــــــــــــــــــــــــــــــ
ــــــــ
1.رحلات دعوية للشيخ مقبل رحمه الله – تأليف أبي رمزي – ص 114.
2.نصيحتي لأهل السنة – للشيخ مقبل – ص 14.
3.رحلات دعوية للشيخ مقبل رحمه الله – ص 49.
4.المصدر السابق – ص 128 .
5.مقتل الشيخ جميل الرحمن – للشيخ مقبل – ص 88 .
6.قمع المعاند – للشيخ مقبل – ص 83.
7.نصائح وفضائح – للشيخ مقبل – ص 154 .
8.نبذة مختصرة من نصائح والدي..  العلامة مقبل الوادعي – لأم عبد الله بنت الشيخ – ص 22
9.المصدر السابق – ص 26 .
10.المصدر السابق – ص 29
11.المصدر السابق – ص 44
12.المصدر السابق – ص 61
13.السيوف الباترة – للشيخ مقبل – ص 279 .
14.إجابة السائل على أهم المسائل – للشيخ مقبل – ص 259.
15.المصدر السابق – ص 243 .
16.غارة الفصل – للشيخ مقبل – ص 7.
17.رحلات دعوية – لتلميذه أبي رمزي – ص 110
18.المصدر السابق – ص 111.
19.المصدر السابق – ص 111.
20.تحفة المجيب – للشيخ مقبل – ص 23

منقول