This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Senin, 15 Desember 2014
SETIAP PAKAIAN YANG MENGANDUNG ISYARAT KEPADA HAL YANG HARAM MAKA MEMAKAINYA ADALAH HARAM
Sabtu, 15 November 2014
Audio Kajian Kitabun Nikah
Berikut Audio Kajian Kitabun Nikah
Al-Ustadz Abu Nuâaim Muhammad Faishal Jamil Al-Maidaniy
06 Rabi' Al-Awwal â 04 Rabi' Al-Tsani 1432H -- 10/02 - 10/03 / 2011M
Ma'had As-Salafiyyah, Kecamatan Medan Denai
Kitabun Nikah [Sesi 1] |
Download
|
||
Kitabun Nikah [Sesi 2] |
Download |
||
Kitabun Nikah [Sesi 3] |
Download |
||
Kitabun Nikah [Sesi 4] |
Download |
||
Kitabun Nikah [Sesi 5] | Download |
Rabu, 22 Oktober 2014
70 Tanya Jawab Tentang Hukum-hukum Jenazah
FAWAID ILMIYAH
Bersama al Ustadz Abu Nasiim Mukhtar hafizhahullah
سبعون سؤالا في أحكام الجنائز
فضيلة الشيخ محمد بن صالح العثيمن / tujuh puluh tanya jawab tentang hukum-hukum jenazah
Ust. Mukhtar – 01 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
2.7 MB
|
Ust. Mukhtar – 02 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
1.2 MB
|
Ust. Mukhtar – 03 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
3.5 MB
|
Ust. Mukhtar – 04 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
5.8 MB
|
Ust. Mukhtar – 05 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
700.8 KB
|
Ust. Mukhtar – 06 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
1.3 MB
|
Ust. Mukhtar – 07 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
558.7 KB
|
Ust. Mukhtar – 08 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
1.4 MB
|
Ust. Mukhtar – 09 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
404.9 KB
|
Ust. Mukhtar – 10 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
771.0 KB
|
Ust. Mukhtar – 11 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
489.5 KB
|
Ust. Mukhtar – 12 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
993.4 KB
|
Ust. Mukhtar – 13 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
659.4 KB
|
Ust. Mukhtar – 14 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
944.3 KB
|
Ust. Mukhtar – 15 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
300.8 KB
|
Ust. Mukhtar – 16 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
2.1 MB
|
Ust. Mukhtar – 21 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
404.3 KB
|
Ust. Mukhtar – 22 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
1.2 MB
|
Ust. Mukhtar – 23 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
903.6 KB
|
Ust. Mukhtar – 24 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
594.0 KB
|
Ust. Mukhtar – 25 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
1.3 MB
|
Ust. Mukhtar – 26 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
981.9 KB
|
Ust. Mukhtar – 27 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
1.5 MB
|
Ust. Mukhtar – 28 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
674.7 KB
|
Ust. Mukhtar – 29 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
292.1 KB
|
Ust. Mukhtar – 30 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
412.0 KB
|
Ust. Mukhtar – 31 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
634.6 KB
|
Ust. Mukhtar – 31 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz (Tambahan) |
1,017.6 KB
|
Ust. Mukhtar – 32 Risalah Sab_una Su_alan Fiy Ahkamil Janaiz |
520.6 KB
|
Jumat, 17 Oktober 2014
ASY-SYAIKH AL-FAUZAN MEMBANTAH ORANG YANG ALERGI TERHADAP BANTAHAN
JIKA DENGAN MELIHAT SESEORANG TIDAK BISA MEMBERIMU MANFAAT, MAKA UCAPANNYA PUN TIDAK AKAN MEMBERIMU MANFAAT
WASIAT SALAFUSH SHOLIH KEPADA KAUM MUSLIMIN
Hukum Shalat Sebelum Masuk Waktunya
قال الشيخ محمد بن صالح العثيمين: والصلاة لا تصحُّ قبل الوقت بإجماع المسلمين، فإن صلَّى قبل الوقت، فإن كان متعمِّداً فصلاته باطلة، ولا يسلم من الإثم، وإن كان غير متعمِّد لظنِّه أنَّ الوقت قد دخل، فليس بآثم، وصلاته نَفْل، ولكن عليه الإعادة؛ لأنَّ من شروط الصَّلاة دخول الوقت. الشرح الممتع http://www.ibnothaimeen.com/all/books/article_18053.shtml
As-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan: "Kaum muslimin pun sepakat akan tidak sahnya shalat yang dikerjakan sebelum masuk waktunya. 📎 Bila seseorang shalat sebelum waktunya dengan sengaja maka ▪shalatnya batil ▪ dan ia tidak selamat dari dosa 📎 Namun bila tidak sengaja, dalam arti ia mengira telah masuk waktu shalat padahal belum maka 🔷 ia tidak berdosa 🔷 shalatnya tersebut teranggap sebagai nafilah (shalat sunnah) 🔷 dan ia wajib mengulangi shalatnya setelah masuk waktunya. Karena termasuk syarat shalat adalah masuknya waktu shalat. 📚 Sumber: As-Syarhul Mumti' 1/398 Whatsapp al-Ukhuwwah Grup d atas oleh al ustadz Zulpa anas dr semarang Yg ingin gabung d forumnya tapaddolu ke no beliau d bawah ini No : 0852-2658-6975 Semoga bermanfaat Barokallohu fiikum 📚 wa berbagi ilmu syar'i 💫
Dauroh Bantul, Yogyakarta "Sesatnya Ideologi ISIS" 24 Dzulhijjah 1435 H/19 Oktober 2014 M
Sesatnya Ideologi I.S.I.S
Pembicara : Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar HafidzhohullohWaktu : Ahad 19 Oktober 2014 Jam 15.00 (Ba’da Ashar ) – selesai
Tempat : Masjid Agung Manunggal Bantul
Informasi
085743030880, 081804100033
live streaming
– salafy.or.id
– Radio Rasyid
– Radio Miratsul Anbiya Indonesia
Kajian ini Diselenggarakan Oleh :
Panitia Kajian Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah (PAKIS BANTUL)
Rabu, 08 Oktober 2014
SILSILAH AMALIYAH UNTUK MEMBAHAGIAKAN SANG SUAMI
〰〰〰〰〰〰〰〰
saling mengerti ...
ketahuilah..
menambah luka menindih derita bahkan membuat sesak dada memusnahkan harapan dan cita..
ruang peristirahatan yang tenang...
walaupun terkadang dihimpit berbagai macam kekurangan..
sepi seperti tidak ada kehidupan didalamnya..
Dahulukan untuknya pelayananmu, baru kemudian pekerjaanmu sendiri..
dimanakah dirimu? akankah ini akan melabuhkan cintanya yang abadi kepadamu ....
💕Kecondongan hati senantiasa menuju orang yang melayani apa yang menjadi kebutuhannya .
pun demikian suami hancur luluh lantah karena sang istri meninggalkan perannya..
🔸memang..
🔸jika...
🔸mestinya ....
🔹sabar...
🔹jangan menyerah...
🔹Insyaa Alloh dibalik ini semua ada hikmahnya..
tentang hak-hak seorang suami dan dalam prakteknya..
sungguh ilmu yang kau miliki tiada berguna ....
💕Jadilah kau istri-istri yang baik , sebelum kau mengharuskan para suami
Ini semua adalah tuntunan Nabimu ...
sambutlah kedatangannya dengan senyuman manismu.
setelah pulang jangan kau biarkan dia membuka pintu rumahnya sendiri sedangkan kau sedang santai..
tunjukkan bahwa dia adalah tamu yang sangat ditunggu-tunggu....
💕betapa bahagianya abi sehingga akan bertambah sayang dan cintanya kepada keluarga yang sangat memperhatikannya ..
Janganlah kalian ukur kebahagiaan itu dengan kesenangan, harta melimpah, rumah mewah , serta kendaraan yang wah ...
💖ketahuilah bahwa ukurannya adalah dengan apa yang terdapat di relung hatimu...
🏡Jika dirimu berdua bersama dengan kekasihmu, kemudian didepanmu ada dua jalan:
🔸Jalan yang satu terang-benderang, lurus, halus dan ramai...
🔸Kemudian jalan yang satunya gelap, berbatu, sepi tiada orang yang lewat ....
kamupun mampu meminimalkan pengeluaranmu.....
mensyukuri dan bukan mengkufuri...
تسره اذا نظر
"...yang menyenangkan jika dipandang.."
Dapur mu..
🛁Kasur mu..
Sumur mu..
〰〰〰〰〰〰〰〰
Rumah Belajar An Najiyah .
Cikarang Telaga Murni
Senin, 29 September 2014
Untuk Suami dan Istri Nasihat dari Imam Al-Albani
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang mesti ada saja empasan ombak dan terpaan badai, sepasang suami istri selalu butuh nasihat agar mereka selamat membawa bahtera mereka sampai ke dermaga kebahagiaan.
Keduanya butuh untuk selalu diingatkan dan hendaknya tak jemu-jemu mendengarkan nasihat/peringatan walaupun sudah pernah mengetahui apa yang dinasihatkan tersebut.
Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani t, seorang ‘alim rabbani, dalam kitabnya yang sangat bernilai Adabuz Zifaf fis Sunnatil Muthahharah tidak lupa memberikan nasihat kepada pasangan suami istri di pengujung kitabnya tersebut. Sebuah nasihat yang sangat patut kita simak karena bersandar dengan kitabullah dan Sunnah Rasul n…1
Pertama: Hendaknya sepasang suami istri taat kepada Allah k dan saling menasihati untuk taat, mengikuti hukum-hukum yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Keduanya jangan mengedepankan selain hukum-hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah karena taklid/membebek atau mengikuti kebiasaan yang ada di tengah manusia, atau karena mengikuti satu mazhab tertentu. Allah k berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak pula bagi wanita yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al-Ahzab: 36)
Kedua: Masing-masing menunaikan kewajiban-kewajiban dan hak-hak terhadap yang lain sesuai yang Allah k tetapkan atas mereka. Maka, janganlah misalnya si istri menuntut persamaan dengan lelaki/suaminya dalam segala haknya. Sebaliknya, janganlah si lelaki/suami merasa tinggi/bersikap melampaui batas karena apa yang Allah k utamakan kepadanya lebih dari istrinya dalam hal kepemimpinan, sehingga si suami menzalimi istrinya dan memukulnya tanpa ada sebab yang dibolehkan. Allah k berfirman:
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami memiliki satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (Al-Baqarah: 228)
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atau sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah lagi menjaga diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuz2nya maka nasihatilah mereka dan tinggalkan mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian bila mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka3. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (An-Nisa’: 34)
Mu’awiyah bin Haidah z pernah bertanya kepada Rasulullah n:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ؟
“Wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang dari kami terhadap suaminya?”
Rasulullah n menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تُقَبِّحِ الْوَجْهَ، وَلاَ تَضْرِبْ، [وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ] كَيْفَ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ، إِلاَّ بِمَا حَلَّ عَلَيْهِنَّ
“Engkau beri makan istrimu apabila engkau makan dan engkau beri pakaian bila engkau berpakaian. Janganlah engkau menjelekkan wajahnya4, jangan memukul, [dan jangan memboikotnya (mendiamkannya) kecuali di dalam rumah5]. Bagaimana hal itu kalian lakukan, sementara sebagian kalian telah bergaul dengan sebagian yang lain6, terkecuali dengan apa yang dihalalkan atas mereka.”7
Rasulullah n bersabda:
الْمُقْسِطُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الرَّحْمَنِ –كِلْتَا يَدَيْهِ يَمِيْنٌ- الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وََمَا وَلُوْا
“Orang-orang yang adil pada hari kiamat nanti mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya di atas tangan kanan Ar-Rahman –dan kedua tangan-Nya kanan–, yaitu mereka yang berlaku adil dalam hukum mereka, kepada keluarga mereka dan pada apa yang mereka urusi.”8
Apabila keduanya mengetahui hal ini dan mengamalkannya, niscaya Allah k akan menghidupkan mereka dengan kehidupan yang baik dan selama keduanya hidup bersama. Mereka akan berada dalam ketenangan dan kebahagiaan. Allah k berfirman:
“Siapa yang melakukan amal shalih dari kalangan laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik dan Kami akan balas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang dulunya mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ketiga: Bagi istri secara khusus, hendaknya ia menaati suaminya dalam apa yang diperintahkan kepadanya sebatas kemampuannya. Karena hal ini termasuk perkara yang dengannya Allah k melebihkan kaum lelaki di atas kaum wanita sebagaimana Allah k nyatakan dalam dua ayat yang telah disebutkan di atas:
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”
“Dan kaum lelaki memiliki kedudukan satu derajat di atas kaum wanita.” (Al-Baqarah: 228)
Sungguh banyak hadits shahih yang datang memperkuat makna ini dan menjelaskan dengan gamblang apa yang akan diperoleh wanita dari kebaikan ataupun kejelekan bila ia menaati suaminya atau mendurhakainya.
Di sini kita akan sebutkan sebagian hadits-hadits tersebut, semoga dapat menjadi peringatan bagi para wanita di zaman kita ini, karena sungguh Allah k berfirman:
“Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)
Hadits pertama:
لاَ يِحِلُّ لِامْرَأَةٍ أَنْ تَصُوْمَ -وَفِي رِوَايَةٍ: لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ- وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ [غَيْرَ رَمَضَانَ] وَلاَ تَأْذَنْ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal seorang istri puasa (dalam satu riwayat: Janganlah seorang istri puasa) sementara suaminya ada di tempat9 kecuali dengan izin suaminya (terkecuali puasa Ramadhan) dan istri tidak boleh mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya terkecuali dengan izin suaminya.”10
Hadits kedua:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتََهُ إِلَى فِِِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ – وَ فِي رِوَايَةٍ: أَوْ حَتَّى تَرْجِعَ- (وَفِي أُخْرَى: حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا)
“Jika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya11 namun si istri tidak mendatangi suaminya hingga suaminya bermalam dalam keadaan marah kepadanya, niscaya para malaikat akan melaknatnya sampai ia berada di pagi hari.”
“Dalam satu riwayat: atau sampai si istri kembali. Dalam riwayat lain: sampai suaminya ridha terhadapnya.”12
Hadits ketiga:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا، ولَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلىَ قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ [نَفْسَهَا]
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorang istri dapat menunaikan hak Rabbnya hingga ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya (mengajaknya jima’) sementara ia sedang berada di atas qatab13 maka ia tidak boleh mencegah suaminya dari dirinya.”14
Hadits keempat:
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهَا مِنَ الْحُوْرِ الْعَيْنِ: لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia melainkan berkata istrinya dari bidadari surga, ‘Janganlah engkau sakiti dia, semoga Allah memerangimu, dia di sisimu hanyalah dakhil15. Hampir-hampir ia berpisah denganmu menuju kepada kami’.”16
Hadits kelima:
Dari Hushain bin Mihshan z, ia berkata: Telah menceritakan kepadaku bibiku, ia berkata: Aku pernah datang ke tempat Rasulullah n karena satu keperluan. Ketika itu Rasulullah n bertanya:
أَيْ هَذِهِ، أَذَاتُ بَعْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجِزْتُ عَنْهُ. قَالَ:[فَانْظُرِيْ] أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنارُكِ
“Wahai wanita, apakah engkau punya suami?” Aku menjawab, “Iya.” “Bagaimana yang engkau perbuat terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Saya tidak pernah mengurangi haknya17 kecuali dalam perkara yang saya tidak mampu.” Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.”18
Hadits keenam:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang istri mengerjakan shalat lima waktunya, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya maka ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang ia inginkan.”19
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Catatan kaki yang ada dalam tulisan ini juga dari kitab Adabuz Zifaf, cet. ke-3 dari Al-Maktab Al-Islami.
2 Nusyuz para istri adalah keluarnya mereka dari ketaatan. Ibnu Katsir t berkata, “Nusyuz bermakna irtifa’ (tinggi). Istri yang berbuat nusyuz adalah istri yang mengangkat/meninggikan dirinya di atas suaminya, meninggalkan ketaatan kepada perintah suaminya, berpaling darinya.”
3 Maksudnya, apabila seorang istri menaati suaminya dalam seluruh perkara yang diinginkan suaminya dari dirinya sebatas yang dibolehkan Allah l, setelah itu tidak ada jalan bagi si suami untuk mencela dan menyakitinya. Si suami tidak boleh memukul dan menghajrnya. Firman Allah k:
“Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”, merupakan ancaman kepada para suami bila melakukan kezaliman terhadap para istri tanpa ada sebab. Karena sungguh Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar merupakan penolong mereka (para istri), Dia akan memberi balasan kepada orang yang menzalimi dan berbuat melampaui batas terhadap mereka. Demikian disebutkan dalam Tafsir Ibni Katsir.
4 Maksudnya, jangan engkau mengatakan, “Semoga Allah l menjelekkan wajahmu.”
Ucapan Nabi n:
وَلاَ تَضْرِبْ
“Jangan engkau memukul”, maksudnya memukul wajah. Pukulan hanyalah dilakukan bila memang harus diberikan dan ditujukan pada selain wajah.
5 Maksudnya, janganlah engkau memboikotnya kecuali di tempat tidur. Bukan dengan engkau meninggalkannya dengan pindah ke tempat lain, atau memindahkannya dari rumahmu ke rumah yang lain. Demikian diterangkan dalam Syarhus Sunnah, (3/26/1).
6 Yakni kalian telah melakukan hubungan badan.
Ucapan Nabi n :
إِلاَّ بِمَا حَلَّ عَلَيْهِنَّ
“Terkecuali dengan apa yang dihalalkan atas mereka”, yaitu berupa pukulan dan hajr disebabkan nusyuznya mereka, sebagaimana hal ini jelas disebutkan dalam ayat yang telah lewat.
7 HR. Abu Dawud (1/334), Al-Hakim (2/187-188), Ahmad (5/3 dan 5). Tambahan yang ada dalam kurung [ ] adalah dari riwayat Ahmad dengan sanad yang hasan. Al-Hakim berkata, “Shahih.” Adz-Dzahabi menyepakati Al-Hakim dalam penshahihannya. Al-Baghawi juga meriwayatkannya dalam Syarhus Sunnah.
8 HR. Muslim (6/7), Al-Husain Al-Marwazi dalam Zawaid Az-Zuhud karya Ibnul Mubarak (120/2) dari Al-Kawakib karya Ibnu Urwah Al-Hambali, berjilid, (no. 575), Ibnu Mandah dalam At-Tauhid (94/1) dan beliau berkata,”Hadits shahih.”
9 Maksudnya, suaminya ada berdiam di negerinya, tidak safar. An-Nawawi t berkata dalam Syarhu Muslim (7/115) di bawah riwayat yang kedua, “Larangan ini menunjukkan keharaman (tidak sekadar makruh). Demikian orang-orang dalam mazhab kami menyebutkannya secara jelas.”
Aku (Al-Albani) katakan, “Ini merupakan pendapat jumhur sebagaimana dalam Fathul Bari dan riwayat yang pertama lebih memperkuatnya.”
Kemudian An-Nawawi berkata, “Adapun sebab/alasan pelarangan tersebut, karena suami memiliki hak untuk istimta’ dengan si istri sepanjang hari. Haknya ini wajib untuk segera ditunaikan dan tidak boleh luput penunaiannya karena si istri sedang melakukan ibadah sunnah ataupun ibadah yang wajib namun dapat ditunda.”
Aku (Al-Albani) katakan, “Apabila wajib bagi istri menaati suaminya dalam memenuhi kebutuhan syahwatnya, tentunya lebih utama lagi pewajiban bagi istri untuk taat kepada suami dalam perkara yang lebih penting lagi yang diperintahkan suaminya kepadanya berupa tarbiyah (mendidik) anak-anak keduanya, memperbaiki keluarga keduanya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban semisalnya. Al-Hafizh berkata dalam Fathul Bari, “Hadits ini menunjukkan lebih ditekankan kepada istri untuk memenuhi hak suami daripada mengerjakan kebajikan yang hukumnya sunnah. Karena hak suami itu wajib, sementara menunaikan kewajiban lebih didahulukan daripada menunaikan perkara yang sunnah.”
10 HR. Al-Bukhari (4/242-243) dengan riwayat yang pertama, dan Muslim (3/91) dengan riwayat yang kedua, Abu Dawud (1/385), An-Nasa’i dalam Al-Kubra (63/2), tambahan yang ada dalam kurung [ ] adalah dari riwayat keduanya. Sanad hadits ini shahih di atas syarat Syaikhan. Diriwayatkan pula oleh Ahmad (2/316, 444, 464, 476, 500), Ath-Thahawi dalam Al-Musykil (2/425), Abusy Syaikh dalam Ahadits Abiz Zubair (no. 126) dari banyak jalan dari Abu Hurairah z. Dan Ahmad memiliki satu riwayat yang semakna dengan tambahan yang ada.
11 Tempat tidur (firasy) di sini adalah kinayah (kiasan) dari jima’. Yang menguatkan hal ini adalah sabda Rasulullah n:
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ
“Anak itu untuk firasy.”
Maksudnya, anak yang dilahirkan adalah milik orang yang melakukan jima’ di tempat tidur tersebut (si pemilik tempat tidur tersebut).
Penyebutan sesuatu yang memalukan dengan kiasan, banyak didapatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian dikatakan Abu Hamzah sebagaimana dalam Fathul Bari.
12 HR. Al-Bukhari (4/241), Muslim (4/157), riwayat lain yang disebutkan di atas merupakan riwayat Muslim, Abu Dawud (1/334), Ad-Darimi (2/149 dan 150), Ahmad (2/255, 348, 346, 349, 368, 380, 519, 538). Riwayat yang kedua merupakan riwayat Ahmad, demikian pula Ad-Darimi.
13 Qatab adalah rahl (pelana). Dalam Al-Lisan disebutkan:(الْقِتْبُ) dan(الْقَتَبُ) adalah ikaf unta. Dalam Ash-Shihhah disebutkan maknanya adalah pelana kecil seukuran punuk unta. Dalam An-Nihayah: Qatab bagi unta sama dengan ikaf pada selain unta.
Makna hadits ini adalah hasungan bagi para istri untuk menaati suami mereka, dan sungguh tidak ada kelapangan bagi mereka untuk menolak ajakan suami mereka walau dalam keadaan yang demikian (di atas pelana). Bagaimana bila pada keadaan selainnya?
14 Hadits shahih, riwayat Ibnu Majah (1/570), Ahmad (4/381), dari Abdullah ibnu Abi Aufa z, Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan Al-Hakim sebagaimana dalam At-Targhib (3/76), ia menyebutkan syahid hadits ini dari Zaid ibn Arqam z, dan Al-Hakim berkata (3/77), “Diriwayatkan Ath-Thabarani dengan sanad yang jayyid.”
Aku (Al-Albani) telah mentakhrij hadits ini dalam Ash-Shahihah (no. 173).
15 Dalam An-Nihayah: dakhil adalah tamu dan orang yang sekadar singgah/mampir.
16 HR. At-Tirmidzi (2/208), Ibnu Majah (1/621), Al-Haitsam bin Kulaib dalam Musnad-nya (5/167/1), Abul Hasan Ath-Thusi dalam Mukhtashar-nya (1/119/2), Abul Abbas Al-Asham dalam Majlisin minal Amali (3/1), Abu Abdillah Al-Qaththan dalam haditsnya dari Al-Hasan ibn Arafah (145/1), semuanya dari Ismail bin Iyasy dari Buhair ibn Sa’d Al-Kalla’i, dari Khalid ibn Ma’dan, dari Katsir ibn Murrah Al-Hadhrami, dari Mu’adz ibn Jabal z secara marfu’. Ath-Thusi berkata, “Hadits ini gharib hasan. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi ini, dan riwayat Ismail bin Iyasy dari orang-orang Syam (Syamiyin) baik.”
Aku (Al-Albani) katakan, “Maksudnya hadits ini termasuk riwayat Ismail dari orang-orang Syam.”
17 Yakni aku tidak mengurangi-ngurangi dalam menaatinya dan berkhidmat kepadanya.
18 HR Ibnu Abi Syaibah (7/47/1), Ibnu Sa’d (8/459), An-Nasa’i dalam Isyratun Nisa, Ahmad (4/341), Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (170/1) dari Zawaidnya, Al-Hakim (2/189), Al-Baihaqi (7/291), Al-Wahidi dalam Al-Wasith (1/161/2), Ibnu Asakir (16/31/1), sanadnya shahih sebagaimana kata Al-Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi. Berkata Al-Mundziri (3/74), “Diriwayatkan hadits ini oleh Ahmad dan An-Nasa’i dengan dua sanadnya yang jayyid.”
19 Hadits hasan atau shahih, hadits ini punya banyak jalan. Diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (169/2 –dari tartibnya), demikian pula Ibnu Hibban dalam Shahihnya dari hadits Abu Hurairah z sebagaimana dalam At-Targhib (3/73), Ahmad (no. 1661) dari Abdurrahman bin Auf z, Abu Nu’aim (6/308), dan Al-Jurjani (291) dari Anas bin Malik z.
http://asysyariah.com/untuk-suami-dan-istri-nasihat-dari-imam-al-albani/
Rabu, 24 September 2014
Audio Kajian UNTUKMU SEPERTI DARIMU ( Kiat Agar Hidup Lebih Nyaman )
Malam kamis, 30 Dzulqo'dah 1435 H/ Rabu, 24 September 2014
Bersama : Al Ustadz Abu Nasim Muhtar
Tema : UNTUKMU SEPERTI DARIMU ( Kiat Agar Hidup Lebih Nyaman )
UNTUKMU SEPERTI DARIMU ( Kiat Agar Hidup Lebih Nyaman )_30 Dzulqo'dah 1435 H
Sumber Rekaman WA Admin Radio Streaming Ahlussunnah
=== Diperbolehkan Menggandakan/mengcopy Degan tujuan Berda'wah, Bukan untuk tujuan komersil ===
:: Semoga Bermanfaat ::
بارك الله فيكم
Sabtu, 20 September 2014
Membina Keluarga Bahagia
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Puji syukur atas nikmat Allah 'Azaa Wa Jalla yang selalu memberikan saya nikmat setiap saat.
Setiap manusia yang berakal akan selalu memimpikan pernikahan yang indah. Dan setelahnya menginginkan keluarganya bahagia. Wallahu A'lam
Allah Subhanahu Wa Ta'alla telah menerangkan secara jelas di dalam firman Nya :
Yakni ; hendaklah kalian bermusyawarah, bermuawarah, dan bermusahabah dengan istri - istri kalian dengan cara yang ma'ruf (patut ).
Dengan cara yang sesuai dengn bimbingan syar'iat atau yang berlangsung secara adab namun tidak bertentangan dengan syar'iat.
Untuk mewujudkan itu semua, maka satu sama lain yaitu suami istri berkewajiban untuk menunaikan tanggung jawabnya. Suami istri mempunyai Hak dan Kewajiban masing - masing.
Semua itu harus di bangun di atas beberapa dasar, di antaranya :
1. Al Ikhlas wal Intidal
Dengan melakukan kewajibannya dengan penuh keihklasan dan melaksanakan perintah agama,perintah Allah dan Rasul.
2. Ar-Riqku wa liin Warahmah
Melaksanakan tangggung jawab tadi dengan penuh rahmah, penuh kasih sayang, penuh kelembutan, penuh kesantunan. Ini akan membuat semua menjadi indah. Tidak dengan kekerasan.
Rasulullah Shalallohu alaihi wa ahlihi was salam brrsabada dari 'Aisyah Radiallahu anha ;
إن الر فق لا يكو ن فى شي ء إ لا زا نه و لا ينز ع من شي ء إ لا شا نه
"Sesungguhnya kelembutan itu, tidaklah terdapat pada sesuatu kecuali ia akan membaguskannya, dan tidaklah ia di hilangkan dari sesuatu kecuali ia akan menjelekannya." HR Muslim Dari Shohabiyah 'Aisyah Radhiallahu Anha.
Ketika sebuah amaliah Rumah Tangga semuanya akan indah (zein). Tetapi jika dengan kekerasan , penuh emosional, tempramental atau watak yang kaku, sikap untun, unus, maka yang terjadi adalah kehancuran, keretakan rumah tangga. Allahul Musta'aan
3. Tafahum. As-safahum Baina Huma
Sikap saling memahami antara suami dan istri. bagaiamana karakter, watak, apa yang di sukai, apa yang tidak di sukai, kapan bisa marah, kapan bisa bahagia.
Ini adalah ujian bagi suami istri untuk bisa menciptkan suasana yang romantis dan penuh kasih sayang ketika salah satu nya sedang marah atau mempunyai masalah. Untuk masalah ini lebih di tunjukan bagi suami harus benar - benar memahami istrinya, karena Rasulullah Shalallohu alaihi wa ahlihi was salam mensifati wanita sebagai ". Wanita yang kurang akal dan agamanya.
ما ر أيت من نا قصا ت عفا و د ين للب الر جا الحا ز م من إ حدا كن
Adapun beberapa hak seorang istri di antaranya :
a. Hakun Nafaqoh ( Hak untuk mendapatkan Nafkah )
Yakni nafaqoh dzohiroh ( lahiriah ), untuk kebutuhan sehari - hari. Memberikan nafaqoh kepada istri jika di niatkan ikhlas itu merupakan nafaqoh yang paling afdol. Hadist Al Imam Muslim dalam shahih nya Rasulullah Shalaallohu alaihi wa ahlihi was salam dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda
دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ."
"Satu dinar yang kau sedekahkan di jalan Allah, untuk memerdekakan budak, untuk menyantuni orang miskin, dan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah satu dinar yang kamu sedekahkan untuk keluargamu (yaitu istri dan anak anakmu)."
Adapaun Hadist dari Bukhori Muslim.
Rasulullah Shalallohu alaihi wa ahlihi was salam bersabda:
"Tiadalah engkau menafkahkan sesuatu dengan mengharap pahala dari Allah maka engkau akan diberi pahalanya sampai apa yang engkau masukkan ke dalam mulut istrimu sendiri’.”
b. Hakun Tarbiyyah ( hak untuk mendapatkan pendidikan)
Yakni Tarbiyyah Islamiah, Ahlak, Adab dan ilmu agambya yang lainnya. targetnya adalah selamat dari siska neraka yang telah di jelaskan di dalam Firman Allah ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
c. Hak istri dan anak ialah sang suami harus bisa menciptkan suasana SAMAWAH.
1. Al Mudhahakah ( Tersenyum )
prinsip ini wajib bagi keduanya untuk bisa membuat suasana yang bahagia, tenang, dan tidak terjadi apa apa ketika mendapatkan musibah atau masalah.
Terkadang kita bisa menjadi seorang kekasih, teman dan bahkan orang tua nya.
2. Al Musabaqoh ( Berlomba - lomba )
Ini menceritkan ketika setiap nabi melakukan safar nya selalu mengundi para istrinya. Dan Aisyah Radiallahu anha selalu yang menemani safar nya. ketika di perjalan nabi mengajak tuk berlomba lari. Coba di bayangkan suasana yang tejadi saat itu ya jelas bahagia. Wallahu 'Alam
3. Mula'abah
Bermain - main antara suami istri dimana keadaan itu bertujuan untuk menambah keakraban hubungan dan ke eratan hubungan.
Tahap tahapnya ;
* Qublah
* Al masu lisan
* Al mula'abah
Faidah yang di ambil ketika seorang bisa mengamalkan al mula'abah adalah hubungannya benar benar sakinah mawardah dan warahmah. Wallahu alam
4. Mujama'ah, Mubasyarah, Muthoja'ah.
Nassalullaha asSalamah wal afiah
Al Ustadz Abu 'Abdillah Muhammad Afifudin As Sidawy
Akhukunn Fillah
Adiba Shakila Atmarini Bintu 'Ukasyah Fii Qolby
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Kamis, 18 September 2014
Catatan Ta'lim, Kamis 18 sept 2014, Limo Depok. "Pembahasan: DARUL MAR'AH FI ISLAHIL MUJTAMA"
Kamis 18 sept 2014, Limo Depok.
kary Al Imam Asy-Syaikh Muhammad ibnu Shaleh al Ustaimin rahimahullah
1. perbaikan secara dzahir (tampak kelihatan)
yaitu perbaiki pasar, masjid, dan yg selainnya dari perkara-perkara yg dzahir. Dan yng dominan keluar di bagian ini adalah laki-laki.
2. perbaikan masyarakat dari belakang tembok (dari dalam)
Ini dilakukan dari dalam rumah. Seorang wanita mengurus anak dan suaminya dari dalam rumahnya. Dan yang dominan disisi ini adalah perempuan. Karena wanita itu adalah nyonya rumah.
"Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah sama seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa. Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarrujnya orang-orang jahiliyyah yang dahulu. Tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian dengan sebersih-bersihnya."
(HR. al-Bukhari no. 5885)
(masyarakat disini maksudnya adalah keluarga kita):
(HR. Muslim no. 1467)
"Dan seorang wanita tidak akan sampai kepada kesolehan selain dengan ilmu, yaitu belajar ilmu syar'i."
Orang-orang yg ingin al haq maka Allah akan tunjukkan jalan al haq. Yang jadi masalah adalah apakah ia mau mencari al haq atau diam saja.
Sampai kapan??
Sampai mati.
Menerangkan apa yang perlu ia terangkan. Bisa mengungkapkan apa yang ada didalam kalbunya.
Ia tidak serampangan didalam beraksi. Termasuk nikmat Allah subhanahu wata'ala kepada seorang hamba adalah bila Allah beri sifat Hikmah.
(Al-Baqarah: 269)
Diantaranya disebutkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullaah:
“Tatkala kami dimasjid bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang seorang A’rabi (Arab dusun) kencing di masjid, maka para sahabat menghardiknya, “Mah mah (yaitu pergi/tinggalkan)”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jangan kalian hardik, biarkan dia (jangan putus kencingnya)”.
Para sahabat membiarkan A’robi tersebut untuk menunaikan kencingnya, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Sesungguhnya masjid-masjid tidak boleh untuk kencing, tetapi dipergunakan untuk berdzikir kepada Allah, shalat dan membaca Al Qur’an”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat-sahabatnya, “Sungguh kalian diutus untuk memudahkan dan tidak untuk menyulitkan, guyurlah air kencing tadi dengan satu ember air”.
A’rabi itu berkata, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engkau rahmati selain kami”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sungguh engkau telah mempersempit perkara yang luas.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
- Sahabat itu orang yang ghirah kepada sesuatu dan memiliki kecemburun kepada kemungkaran. Kita tidak boleh mendiamkan kemungkaran dan mengingkari pelaku kemungkaran. ingkari dengan tangan kalau tidak bisa dengan lisan dan dengan hati.. tetapi kalau bersegera menghilangkan kemungkaran tadi akan mendatangkan kemungkaran yg lebih besar, maka ditahan dulu, hingga hilang kemungkaran yg lebih besar itu.
- Nabi membiarkan kemungkaran yang dilakukan oleh aroby (kencing didalam masjid) untuk menolak kemungkaran yg lebih besar (yaitu si Aroby menghadap orang2 dlm keadaan auratnya terbuka atau si aroby pindah tempat dalam keadaan kencingnya tercecer dan bila ditahan pipisnya akan mgenai celananya shg meinggalkan najis di celananya atau bila ditahan pipisnya akan mengakibatkan kesakitan bagi si aroby)
- Nabi bersegera menghilangkan kerusakan karena kalau didiamkan akan timbul kerusakan-kerudakan yg lain yaitu ketika si aroby selesai kencing maka langsung menyuruh sahabat untuk menyiram. Nabi pernah dikencingi anak kecil ketika sdg memangku anak kecil. Mereka adalah anak-anak para sahabatnya. Ketika dikencingi anak perempuan mk beliau mencuci pakaian yg terkena kencing. Karena kencing anak perempuan lebih berat daripada kencing anak laki-laki. Sedangkan kencing anak laki-laki hanya cukup di cipratkan air.
- Nabi mengajarkan kpd Aroby bahwa Masjid itu dibangun untuk dzikrullah, untuk beribadah kepada Allah dan bukan untuk dikotori, bukan untuk berjualan dan bukan untuk mengumumkan barang hilang.
- Seseorang kalau berbicara dgn hikmah kepada orang lain dengan kelembutan, ia akan dapatkan hasil yang lebih besar daripada ia memakai cara kekerasan.
, بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?”
Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?”
Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?”
Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.
Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Di mana orang yang bertanya tadi?”
Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.”
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.”
Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.”
( HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111. )
“Tatkala aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seseorang yang shalat itu bersin. Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu mendoakan, “Semoga Allah merahmatimu”.
Orang-orang yang shalat melihat kepadaku dalam rangka mengingkari.
Mu’awiyah mengatakan kepada mereka, “Kenapa kalian melihatku begitu?”
Orang-orang yang shalat memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka dengan tujuan supaya diam, maka Muawiyah pun diam tatkala mereka diam sampai selesai shalat.
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Demi ibu bapakku, aku tidak pernah melihat seorang pengajar sebelum atau sesudahnya yang paling baik pengajarannya dibanding beliau, maka demi Allah, beliau tidak memojokkan aku, tidak memukulku dan tidak mencelaku”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya shalat ini tidak boleh sesuatu pun padanya yang berupa ucapan manusia, tetapi shalat itu tasbih, takbir dan membaca Al-Qur’an”.
Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru lepas dari masa jahiliyah, dan Allah datangkan Islam. Dan sesungguhnya ada di antara kami orang-orang yang mendatangi dukun yang mereka mengakui ilmu ghaib”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kamu mendatangi mereka!!”
Mua’wiyah radhiyallahu ‘anhu, “Dan di antara kami ada orang-orang yang ber-tathayur (menganggap sial dengan sesuatu).”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Itu adalah sesuatu yang didapatkan pada dada-dada mereka, maka jangan sampai menghalangi mereka dari tujuan-tujuan mereka, karena yang demikian itu tidak berpengaruh, tidak mendatangkan manfaat mau pun mudharat.”
(HR. Muslim)
kemudian ada yang berkata kepada laki-laki tersebut: ” Ambilah cincinmu dan manfaatkan-lah.”
Dia menjawab: ”Tidak, demi Allah saya tidak akan mengambilnya selama-lamanya karena Rasullullah tekah melemparnya.”
[HR Muslim]
Mohon maaf apabila ada ketidak sempurnaan dalam penulisan yaa...